Samarinda – Kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Tambahan Kinerja Daerah (TKD) dan sebagian Dana Transfer ke Daerah (TKDD) mendapat kritik tajam dari Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan. Ia menilai keputusan tersebut merupakan langkah mundur dalam pelaksanaan otonomi daerah dan bukti nyata bahwa pemerintah pusat semakin abai terhadap amanat konstitusi, khususnya Pasal 18 UUD 1945.
Menurut Agusriansyah, semangat desentralisasi yang lahir pasca-reformasi justru tereduksi oleh kebijakan fiskal yang semakin tersentralisasi. “Pemotongan TKD bukan sekadar soal efisiensi anggaran, tapi bentuk sentralisasi terselubung yang mengingkari roh UUD 1945,” ujarnya kepada media ini, Jumat (10/10/2025).
Ia menjelaskan, Pasal 18 UUD 1945 secara tegas memberikan hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah, katanya, bukan sekadar konsep administratif, tetapi bentuk kepercayaan negara kepada daerah agar mampu mengelola pembangunan secara mandiri, adil, dan berkeadilan sosial.
Namun, lanjutnya, keputusan pemerintah pusat yang memangkas dana transfer secara sepihak telah menghambat ruang gerak pemerintah daerah dalam melaksanakan program strategis.
“Ketika keuangan daerah dikontrol secara berlebihan, daerah kehilangan ruang inovasi dan kemandirian fiskal. Akibatnya, pelayanan publik terhambat, motivasi ASN menurun, dan kesejahteraan masyarakat ikut terdampak,” tegas Sekretaris Fraksi PKS DPRD Kaltim itu.
Legislator Dapil Kutim, Berua Bontang ini mengingatkan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan jelas menjamin hak fiskal daerah.
“Setiap kebijakan keuangan seharusnya dijalankan berdasarkan asas keadilan dan proporsionalitas, bukan intervensi sepihak. Pemotongan tanpa dialog memperlihatkan bahwa daerah hanya dijadikan pelaksana, bukan mitra pembangunan,” ujarnya.
Ia menilai, kondisi ini mengancam semangat reformasi yang selama dua dekade terakhir membangun sistem pemerintahan berbasis desentralisasi. Menurutnya, langkah-langkah fiskal pusat yang sepihak justru dapat memperlemah daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik dan pembangunan ekonomi lokal.
“Kalau daerah tidak punya kendali atas fiskalnya sendiri, bagaimana bisa berinovasi? Kita minta pusat tidak hanya menuntut kinerja ASN tinggi, tapi juga harus memastikan instrumen keuangannya mendukung,” tambahnya.
Lebih jauh, Agusriansyah menilai kebijakan pemotongan TKD secara nasional berpotensi menurunkan kualitas belanja publik dan produktivitas aparatur daerah. Ia menyebut, dampak domino kebijakan ini bisa terasa pada sektor pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur dasar yang selama ini dibiayai oleh dana transfer.
“Kita sedang bicara tentang kehidupan jutaan ASN dan masyarakat di daerah. Kalau dana kinerja dan belanja publik dikurangi, pelayanan pasti terganggu. Ini bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan yang diamanatkan UUD 1945,” jelas Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kaltim itu.
Menurutnya, pemerintah pusat seharusnya menghormati prinsip otonomi dan melakukan evaluasi kebijakan fiskal yang lebih transparan dan partisipatif. Ia juga mendorong agar pemerintah pusat membuka ruang dialog dengan daerah untuk mencari solusi bersama.
“Otonomi daerah adalah wujud kepercayaan negara kepada daerah. Kalau kepercayaan ini dirusak dengan kebijakan sepihak, maka yang tersisa hanya sentralisasi baru dalam kemasan modern,” ujarnya menegaskan.
Agusriansyah juga mengingatkan bahwa ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah masih menjadi persoalan lama yang belum terselesaikan. Ia berharap pemerintah pusat tidak hanya melihat dari perspektif efisiensi anggaran, tetapi juga dari sisi keadilan pembangunan.
“Sudah saatnya pemerintah pusat menegakkan kembali marwah otonomi daerah. Hargai kewenangan daerah, perkuat keadilan fiskal, dan pastikan kebijakan publik sesuai dengan roh UUD 1945. Tanpa otonomi yang kuat, keadilan dan pemerataan hanya akan jadi slogan,” pungkasnya.
