Samarinda, — Kamis, 30 Mei 2024 menjadi momen bersejarah bagi 5.013 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan 50 pejabat manajerial yang secara resmi dilantik oleh Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik. Bertempat di Pendopo Odah Etam, Kantor Gubernur Kalimantan Timur, pelantikan ini menjadi bagian penting dari pembaruan birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Di balik kemegahan upacara pelantikan, muncul kabar yang membuat berbagai pihak terkejut. Sejumlah pejabat manajerial yang dilantik di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim diduga tidak memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut, terutama di kalangan guru. Berdasarkan sumber yang dihimpun oleh media ini, salah satu guru yang dilantik diduga belum memenuhi syarat masa kerja minimal delapan tahun, sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, secara jelas mengatur bahwa guru yang diangkat dalam jabatan manajerial harus memiliki pengalaman mengajar minimal delapan tahun. Syarat ini juga diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2021. Ketentuan ini mengatur pengangkatan guru pada jabatan pimpinan tinggi atau jabatan administrasi, yang juga mencakup jabatan fungsional lainnya di bidang pendidikan.
Namun, dugaan pelanggaran aturan ini justru menyeruak di balik pelantikan yang seharusnya membawa semangat profesionalisme dan integritas. Gerakan Mahasiswa Peduli Kalimantan Timur (GM Pekat) menjadi salah satu pihak yang vokal mengkritik dugaan pengangkatan oknum guru tersebut ke jabatan struktural.
“Gerakan Mahasiswa Peduli Kalimantan Timur menyesalkan adanya dugaan tindakan yang melanggar aturan terkait pengangkatan dan penempatan guru ke jabatan struktural di Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur,” tegas Syafrudin, Ketua GM Pekat, dalam wawancaranya dengan media ini.
Menurut Syafrudin, tindakan ini mencederai semangat anti-KKN dan transparansi yang diharapkan dari pemerintah daerah. Dia dan kelompoknya mendesak agar pihak berwenang, terutama Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim, segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Disdikbud Kaltim. Syafrudin juga menyerukan agar Pj Gubernur Akmal Malik dan Sekretaris Daerah Kaltim turun tangan mengevaluasi posisi oknum pejabat tersebut, dengan mempertimbangkan regulasi yang ada.
“Kami mendesak agar Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim mengevaluasi kinerja Dinas Pendidikan. Selain itu, kami juga meminta Pj Gubernur Kaltim dan Sekda Kaltim untuk segera mengevaluasi jabatan oknum tersebut sesuai aturan yang berlaku,” tambah Syafrudin.
Tak hanya berhenti pada kritik, GM Pekat berencana untuk melanjutkan langkah mereka melalui aksi unjuk rasa. Mereka akan melakukan demonstrasi di DPRD Kaltim dan Pemprov Kaltim guna memastikan masalah ini ditangani dengan serius. Langkah ini, menurut mereka, penting untuk mencegah dampak lebih lanjut, baik secara hukum maupun potensi kerugian bagi keuangan daerah.
“Jika masalah ini tidak disikapi dengan serius, dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan hukum dan merugikan keuangan daerah. Oleh karena itu, kami akan melakukan aksi unjuk rasa agar isu ini segera dituntaskan,” pungkas Syafrudin.
Kasus dugaan pelanggaran ini membuka kembali diskusi tentang pentingnya integritas dan transparansi dalam birokrasi, terutama dalam proses pengangkatan pejabat di lingkungan pemerintahan. Di tengah semangat reformasi birokrasi, kasus ini diharapkan menjadi pelajaran agar setiap keputusan diambil berdasarkan aturan yang berlaku, demi menciptakan pemerintahan yang bersih dan kredibel.