Jakarta – Laut Natuna Utara digunakan Indonesia dalam peta baru NKRI tahun 2017. Disusun sejak era Menko Maritim Rizal Ramli,. Sejauh ini tidak ada satu pun negara tetangga di ASEAN yang memprotes nama baru itu. Alasannya , nama Laut Natuna Utara diberikan Indonesia untuk perairan di sekitar Pulau Natuna. Nama tersebut sudah diakui negara-negara tetangga sebagai wilayah kedaulatan NKRI.
Isu keamanan Laut China Selatan yang dibicarakan Menlu Amerika Serikat Mike Pompeo dalam pertemuan dengan Menlu RI Retno LP Marsudi dan Presiden Joko Widodo. Dalam pembicaraan tersebut harus dimanfaatkan untuk menuntaskan penggunaan nama Laut Natuna Utara sekitar Pulau Natuna.
Dosen politik Asia Timur UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Teguh Santosa menyarankan Presiden Jokowi untuk mengawal penuntasan pemberian nama Laut Natuna Utara di International Hydrographic Organization (IHO).
“Sejauh ini, satu-satunya negara di muka bumi yang keberatan dengan penggunaan nama Laut Natuna Utara itu adalah Republik Rakyat China yang dikuasai Partai Komunis China,” ujar dalam perbincangan di Jakarta, Jumat (30/10).
Patut diduga, ujar Teguh Santosa, China selama ini mendapatkan keuntungan historis, psikologis dan ekonomis atas penggunaan nama Laut China Selatan hingga ke perairan Indonesia di sekitar Bangka Belitung.
Keuntungan historis, psikologis dan ekonomis itu pada gilirannya dimanfaatkan China untuk semakin menancapkan hegemoni dan pengaruh di kawasan.
“Walaupun ikut menandatangani UNCLOS 1982, namun China secara serampangan kerap memasuki perairan negara-negara ASEAN di kawasan itu juga ZEE Indonesia. Mereka selalu mengatakan perairan ini adalah wilayah perikanan tradisional China sejak ratusan tahun lalu,” ujar Teguh Santosa.
“Seakan China ingin memutar jarum sejarah kembali ke zaman Kublai Khan. Yang pernah mengirimkan bala tentaranya untuk menaklukkan Raja Jawa yang menolak tunduk pada Dinasti Yuan,” sambungnya.
Menurut Teguh, penamaan Laut Natuna Utara itu adalah agenda nasional untuk menambah kepastian hukum internasional di perairan.
IHO adalah badan internasional yang memastikan semua perairan di muka bumi terdaftar. Didirikan tahun 1921, kantor pusat IHO berada di Monako, dan hingga kini beranggotakan 93 negara, termasuk Indonesia dan China.
“Publik perlu mendapatkan informasi sudah sejauh mana proses ini bergulir di IHO. Jangan sampai publik menganggap pemerintah membatalkan penggunaan nama Laut Natuna Utara karena takut pada tekanan China komunis,” ungkapTeguh Santosa.