Mojokerto — Suara gemuruh protes terdengar di Dusun Sawoan, Desa Sawo, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jumat (13/9/2024). Ratusan warga turun ke jalan untuk menolak keras aktivitas tambang galian C di wilayah mereka. Ketegangan memuncak ketika satu unit alat berat jenis backhoe yang hendak memasuki lahan galian, dihadang dan dipukul mundur oleh massa.
“Satu unit backhoe yang mau dibawa ke lokasi, dipukul mundur warga,” ujar Sumartik, Ketua Serikat Konservasi Lingkungan Hidup Indonesia (Srikandi), yang turut mendampingi warga di lokasi protes. Sejak hari Rabu (11/9) lalu, warga sudah mulai berkumpul di jalan utama desa, memasang blokade untuk menghentikan alat berat yang akan digunakan dalam kegiatan tambang.
Kemarahan yang Memuncak
Protes warga ini bukan tanpa alasan. Mereka khawatir bahwa aktivitas tambang galian C akan membawa dampak buruk bagi lingkungan di Desa Sawo. Kekhawatiran ini muncul karena wilayah tersebut memiliki nilai ekologis yang penting, terutama sebagai penopang kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekosistem setempat.
“Mulai hari Rabu sudah ramai. Tuntutan warga jelas, mereka tidak ingin ada galian di sini,” ujar Sumartik. Menurutnya, warga sangat khawatir terhadap potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang, seperti degradasi lahan, pencemaran air, dan ancaman terhadap keselamatan penduduk sekitar. “Aksi mereka supaya tidak ada kerusakan lingkungan di wilayah situ,” lanjutnya.
Selain kekhawatiran tentang dampak lingkungan, warga juga mengeluhkan kurangnya komunikasi dari pihak yang berwenang. Tambang galian C di desa mereka memang sudah ada sejak lama, namun sempat berhenti beroperasi. Kini, tambang itu hendak diaktifkan kembali tanpa pemberitahuan atau konsultasi dengan warga setempat.
Blokade Jalan dan Ketegangan
Warga Dusun Sawoan membentuk barisan blokade di jalan utama menuju area galian. Ketika alat berat mulai bergerak menuju lokasi tambang, ketegangan tidak terhindarkan. Meskipun suasana sempat memanas, warga tetap bertahan dan menolak membuka blokade hingga alat berat akhirnya dipaksa mundur.
“Iya, masyarakat kompak menghalangi alat berat yang mau masuk,” ungkap Sumartik. Keberanian warga dalam menghadang alat berat ini didorong oleh kekhawatiran mereka terhadap masa depan lingkungan desa mereka. Mereka menginginkan agar aktivitas tambang dihentikan demi menjaga kelestarian alam dan mencegah kerusakan yang lebih luas.
Pemerintah Desa Dianggap Tutup Mata
Warga juga menyoroti sikap perangkat Desa Sawo yang dinilai abai terhadap keresahan masyarakat. Menurut Sumartik, pemerintah desa telah mengetahui rencana pengaktifan kembali tambang galian C, namun memilih untuk tidak bertindak atau memberikan penjelasan kepada warga.
“Perangkat desa tahu, tapi mereka tutup mata. Tidak ada yang berani memberi penjelasan atau menemui warga,” jelasnya dengan nada kecewa. Hingga hari ini, belum ada mediasi atau negosiasi antara warga, pemilik tambang, maupun pemerintah desa. Ketidakpedulian ini semakin memperparah ketegangan antara warga dan pihak-pihak yang terlibat.
Meski begitu, aksi blokade warga tetap berjalan damai. Selama tiga hari berturut-turut sejak Rabu hingga Jumat, aparat keamanan dari Polsek Kutorejo dan TNI hanya memantau situasi tanpa melakukan tindakan represif. “Selama tiga hari aksi, hanya beberapa anggota Polsek Kutorejo dan TNI yang menjaga keamanan di lokasi,” tambah Sumartik.
Menanti Solusi dan Dialog
Situasi di Desa Sawo kini berada di titik kritis. Warga dengan tegas menolak pengaktifan kembali tambang galian C, namun hingga saat ini tidak ada respons atau dialog yang dilakukan oleh pihak tambang maupun pemerintah desa. Warga berharap agar ada mediasi segera untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak, terutama dalam menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi.
Protes yang terus berlangsung ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dan keterlibatan warga dalam keputusan-keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. Di tengah ancaman kerusakan lingkungan dan potensi konflik sosial, warga Dusun Sawoan berjuang demi menjaga masa depan desa mereka.
Kini, semua mata tertuju pada pemerintah daerah dan pemilik tambang untuk segera mengambil langkah dialogis guna menyelesaikan konflik ini dengan bijaksana, sebelum ketegangan memuncak lebih jauh.