Sangatta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Paripurna Ke-XX Masa Persidangan Ke-I Tahun Sidang 2024/2025, Jumat (22/11/2024). Rapat yang berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD Kutim ini memiliki agenda utama penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Rapat ini dihadiri oleh seluruh anggota DPRD, jajaran pemerintah daerah, dan pejabat terkait lainnya. Dalam kesempatan tersebut, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diwakili oleh Ramadani menyampaikan pandangan umum terkait Nota Keuangan APBD 2025, yang menjadi sorotan utama dalam rapat tersebut.
APBD sebagai Instrumen Strategis untuk Kesejahteraan
Dalam pandangannya, Ramadani menegaskan bahwa APBD bukan hanya sekadar dokumen anggaran, melainkan merupakan instrumen strategis yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat. “APBD adalah salah satu instrumen strategis yang mencerminkan amanat rakyat. Melalui anggaran ini, pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan yang optimal sekaligus mencapai tujuan bernegara dalam kerangka otonomi daerah,” ujar Ramadani.
Lebih lanjut, Ramadani mengingatkan bahwa penyusunan APBD 2025 harus berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021–2026. Ia menekankan bahwa proses penyusunan anggaran ini juga harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, salah satunya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang kemudian diperbarui melalui Peraturan Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Prioritas Belanja Daerah Tahun 2025
Fraksi PPP memberikan apresiasi terhadap pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang telah menyusun prioritas belanja daerah dengan baik. Dalam Raperda APBD 2025, total belanja daerah ditetapkan sebesar Rp11,136 triliun, yang terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
- Belanja Operasi: Rp5,603 triliun
- Belanja Modal: Rp4,321 triliun
- Belanja Tidak Terduga: Rp20 miliar
- Belanja Transfer: Rp1,191 triliun
Menurut Ramadani, jumlah tersebut mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik. “Namun, kami mengingatkan agar pengeluaran tersebut benar-benar memberikan dampak maksimal bagi masyarakat Kutai Timur,” ujar Ramadani.
Dia menambahkan, Fraksi PPP berharap agar pemerintah daerah lebih selektif dalam penganggaran. Setiap rupiah yang dialokasikan, menurut Ramadani, harus membawa manfaat nyata dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.
Pendapatan Daerah dan Potensi Ekonomi Lokal
Selain membahas belanja daerah, Ramadani juga menyoroti proyeksi pendapatan daerah yang menjadi bagian penting dalam APBD. Target pendapatan daerah untuk tahun 2025 dipatok sebesar Rp11,151 triliun. Pendapatan ini terbagi dalam tiga komponen utama, yaitu:
- Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp358,388 miliar
- Pendapatan Transfer: Rp10,245 triliun
- Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah: Rp547,795 miliar
Ramadani menekankan bahwa untuk mencapai target tersebut, pemerintah daerah harus mengadopsi pendekatan kreatif dan inovatif. “Pendapatan daerah tidak boleh hanya bergantung pada transfer dari pusat. Pemerintah harus menggali potensi ekonomi lokal, memanfaatkan sumber daya yang ada, dan menciptakan peluang baru secara efektif,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengelolaan sumber daya alam dan sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi besar, seperti pariwisata, pertanian, dan perdagangan. “Pemerintah harus mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan aset daerah untuk meningkatkan PAD,” tambahnya.
Efisiensi dalam Pelaksanaan Program dan Pengawasan
Fraksi PPP juga memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan program dan kegiatan yang dijalankan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Menurut Fraksi PPP, SKPD harus bekerja secara cepat, cermat, dan terukur agar setiap program dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan.
“Kami berharap agar SKPD tidak hanya menjalankan program berdasarkan alokasi anggaran, tetapi juga memastikan bahwa pelaksanaan tersebut efisien, tepat sasaran, dan berdampak nyata bagi masyarakat. Optimalisasi anggaran menjadi kunci keberhasilan pembangunan,” kata Ramadani.
Selain itu, Fraksi PPP menekankan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran. DPRD, menurut Ramadani, akan menjalankan fungsi pengawasan dengan baik untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peruntukannya dan tidak ada penyalahgunaan anggaran.
Harapan Fraksi PPP Terhadap Pembahasan APBD
Sebagai penutup, Ramadani menyampaikan harapannya agar pembahasan APBD 2025 dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan peraturan yang benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat Kutai Timur. “Kami yakin bahwa sinergi antara eksekutif dan legislatif akan menghasilkan APBD yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pembangunan, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan,” tegas Ramadani.
Ramadani juga menambahkan bahwa APBD 2025 harus menjadi dokumen yang mencerminkan aspirasi masyarakat, serta menjadi alat untuk mewujudkan Kutai Timur yang lebih maju dan sejahtera.
Sinergi untuk Pembangunan Kutai Timur yang Lebih Baik
Rapat Paripurna Ke-XX ini menjadi langkah awal dalam proses panjang pembahasan APBD 2025. Pemerintah dan DPRD Kutai Timur diharapkan dapat bekerja sama dengan baik untuk merumuskan kebijakan anggaran yang efektif, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Fraksi PPP mengingatkan bahwa setiap proses pembahasan harus dilakukan dengan cermat dan akurat agar APBD yang dihasilkan dapat benar-benar mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas layanan publik, dan memastikan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Kutai Timur.
Dengan dukungan semua pihak, diharapkan APBD 2025 dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong percepatan pembangunan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Kutai Timur. Sebagai komitmen bersama, Fraksi PPP menegaskan bahwa setiap keputusan dalam pembahasan APBD harus didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan, dan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.