Kediri – Kasus penipuan dan penggelapan terkait produk madu klanceng yang melibatkan Ketua Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera (NMS), Chrisma Dharma Ardiansyah, akan memasuki tahap sidang pembuktian di Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri pada Senin (21/10/2024) mendatang. Kasus ini telah menimbulkan kontroversi, terutama dengan adanya keberatan dari Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Justin Malau, yang menganggap penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sesuai prosedur.
Penasehat Hukum Ungkap Kejanggalan dalam Kasus
Justin Malau, dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (18/10/2024), menyatakan bahwa terdapat banyak kejanggalan dalam penanganan kasus yang menjerat Chrisma Dharma Ardiansyah. Justin menegaskan bahwa laporan penipuan yang diterima oleh pihak kepolisian seharusnya diarahkan kepada Christian Anton Hardiyanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera Indonesia (NMSI).
“Anton melarikan diri dan kini berstatus sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun, anehnya, klien saya, Chrisma Dharma Ardiansyah, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, kontrak yang dilaporkan korban terjadi antara mereka dengan NMSI, bukan dengan NMS atau Chrisma,” tegas Justin.
Justin merasa heran karena pihak kepolisian belum menangkap Anton, meskipun dia telah berstatus buron, dan justru menetapkan Chrisma sebagai tersangka. Kejanggalan ini bahkan sudah menarik perhatian dan menjadi bahan pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kronologi Kasus dan Perubahan Entitas Koperasi
Kasus ini bermula dari perubahan entitas koperasi NMS menjadi NMSI pada tahun 2019. Saat itu, semua anggota dan mitra koperasi NMS menandatangani ulang kontrak dengan koperasi baru, yakni NMSI. Koperasi NMS sendiri dinyatakan sudah tidak aktif setelah terjadi pergantian entitas tersebut.
Dalam acara “Gathering Mitra” yang berlangsung di Hotel Aston Madiun pada 5 Januari 2020, pihak koperasi menyampaikan secara resmi kepada seluruh anggota dan mitra tentang perubahan ini. “Pada acara itu, diumumkan bahwa seluruh keanggotaan, aset, uang, dan kegiatan Koperasi NMS telah dialihkan ke Koperasi NMSI,” jelas Justin.
Perubahan nama NMS menjadi NMSI, menurut Justin, terjadi karena adanya teguran dari Dinas Koperasi, yang menilai bahwa NMS telah melebihi batas wilayah kerja dan kemitraan, yang tidak hanya terbatas di wilayah Kediri.
Penolakan Pengajuan PKPU/Pailit di Pengadilan Niaga Surabaya
Dalam pengembangan kasus ini, Justin juga menyoroti bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah menolak pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau pailit terhadap Koperasi NMS dan Chrisma Dharma Ardiansyah. Penolakan ini, menurut Justin, menjadi bukti kuat bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Koperasi NMS maupun Chrisma.
“Keputusan Pengadilan Niaga Surabaya tersebut menunjukkan bahwa Koperasi NMS dan Chrisma Dharma Ardiansyah tidak pernah merugikan para korban atau pelapor. Kerugian yang dialami para anggota, korban, atau pelapor sebenarnya disebabkan oleh tindakan Christian Anton Hardiyanto dan Koperasi NMSI, yang tidak mengembalikan uang dan keuntungan yang dijanjikan,” tambah Justin.
Dakwaan dan Ancaman Hukuman untuk Chrisma
Pada sidang sebelumnya, yang berlangsung di PN Kota Kediri pada Senin (14/10/2024), Chrisma Dharma Ardiansyah didakwa dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan junto pasal 55 ayat kesatu KUHP. Selain itu, terdapat dakwaan primer terkait penggelapan berdasarkan pasal 374 KUHP junto pasal 55 ayat 1 KUHP, serta dakwaan subsider dengan pasal 372 KUHP junto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Ancaman hukuman maksimal yang dihadapi oleh Chrisma adalah empat tahun penjara.
Meskipun dakwaan tersebut telah dibacakan, tim kuasa hukum Chrisma berusaha meyakinkan bahwa klien mereka tidak terlibat dalam kasus yang dilaporkan. Menurut mereka, tanggung jawab sepenuhnya ada pada Christian Anton Hardiyanto dan entitas Koperasi NMSI.
Harapan Penasehat Hukum terhadap Putusan Pengadilan
Dengan banyaknya kejanggalan yang diungkapkan oleh pihak kuasa hukum Chrisma, mereka berharap bahwa pengadilan dapat mempertimbangkan dengan cermat setiap bukti dan argumen yang diajukan dalam sidang pembuktian mendatang. Justin Malau menyatakan bahwa pihaknya siap untuk menghadirkan bukti-bukti yang dapat membuktikan bahwa Chrisma Dharma Ardiansyah tidak bersalah dalam kasus ini.
“Kami berharap bahwa dalam sidang pembuktian nanti, majelis hakim dapat melihat secara jelas bahwa klien kami tidak terlibat dalam penipuan maupun penggelapan. Tanggung jawab seharusnya berada pada Christian Anton Hardiyanto dan Koperasi NMSI, bukan pada Koperasi NMS atau Chrisma,” pungkas Justin.