Jakarta – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan indikasi adanya potensi mineral berharga berupa Lithium (Li) dan Stronsium (Sr) dalam kandungan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Penyelidikan itu dilakukan sejak 2020.
Lithium dapat diolah menjadi bahan baku baterai. Kendaraan listrik maupun baterai untuk pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), bisa memakai baterai tersebut.
Potensi harta karun di sekitar ladang lumpur Lapindo sempat melekat dengan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya yang terkait bisnis Bakrie Group yang sempat dipimpin oleh Aburizal Bakrie. Dia adalah anak pembangun kerajaan bisnis Bakrie, Ahmad Bakrie.
Ahmad Bakrie bukan anak dari keluarga sembarangan di kampung halamannya. Laki-laki kelahiran Kalianda, Lampung 1 Juni 1916 itu, menurut catatan Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1983-1984 (1984:107) pernah sekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Menggala, Tulangbawang, Lampung, sebelum akhirnya sekolah dagang Handels Instituut Schoevers di Jakarta.
Ahmad Bakrie mulai berbisnis sejak kecil. Buku Achmad Bakrie: Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan (1992:6) menyebut ketika usianya masih 10 tahun Dia sudah jualan roti.
Dengan modal beberapa rupiah dia beli roti di Manggala dan dititipkannya ke seorang sopir yang membawa roti itu ke Telukbetung, sebuah kota kecil pelabuhan yang ramai di Lampung.
Sebelum benar-benar serius berbisnis, Ahmad Bakrie pernah bekerja di Kantor Kontrolir Lampung Tengah di Sukadana dan kemudian ke perusahaan swasta NV Van Gorkom di Bandar Lampung. Pernah pula dia bekerja di Zuid Sumatera Apotheek di Telukbetung.
Apotek itu tutup ketika tentara Jepang akan menyerang Lampung. Ahmad Bakrie membeli obat-obat yang tersisa. Setelahnya harga obat naik karena perang, Ahmad Bakrie untung besar.
Achmad Bakrie lalu membuka usaha perdagangan hasil buminya sejak 10 Februari 1942, yang lalu dikenal sebagai CV Bakrie & Brother General Merchant And Commission Agent di Telukbetung.
Ketika Belanda akan kalah, di Tarahan banyak mobil dan biskuit ditinggalkan orang-orang Belanda yang lari karena takut tentara Jepang. Achmad dan Abuyamin, saudaranya, mendatangi tempat itu. Mereka memunguti biskuit dahulu ketimbang mengambil mobilnya.
Di zaman pendudukan Jepang, perusahaan Bakrie ganti nama menjadi Jasumi Shokai. Di masa ini pula dia hijrah ke Jakarta. Di sini Achmad Bakrie menikahi Roosniah yang memberinya 4 anak: Aburizal Bakrie (Ical), Roosmania Odi Bakrie (Odi), Usmansyah Bakrie, dan Nirwan Dermawan Bakrie.
Setelah masa perang berlalu bisnisnya semakin baik. Pada 1952, dia memimpin NV Bakrie & Brother. Mula-mula bisnisnya penggilingan beras dan penampung getah karet di Lampung.
Dari hasil bumi, Achmad Bakrie berekspansi dengan membuka pabrik pipa baja dan kawat. Joe Studwell dalam Asian Godfathers: Menguak Takbir Perselingkuhan dan Penguasa (2017:311) menyebut usaha Bakrie salah satu grup manufaktur pribumi yang besar.
“Achmad mendapat keuntungan dari Program Benteng yang diberikan kepada pengusaha pribumi setelah kemerdekaan dideklarasikan pada 1945, dan mengambil bisnis baja yang dinasionalisasi dari Belanda,” tulis Joe Studwell. Bisnis Achmad Bakrie terus berkembang.
Achmad Bakrie wafat pada 15 Desember 1997. Sebelum meninggal, bisnis telah diteruskan Aburizal Bakrie yang lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1973. Di bawah Aburizal Bakrie bisnis keluarga Bakrie terus membesar.