Jakarta – Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, menyatakan bahwa ini adalah kali pertama ia mendapatkan laporan dugaan pelanggaran kode etik semua hakim konstitusi. Jimly mengungkapkan hal tersebut saat rapat klarifikasi dengan pihak yang melaporkan di Gedung II Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, pada Kamis (26/10/2023).
MKMK Buntut Adanya Laporan dari Masyarakat
Awalnya, Jimly menjelaskan bahwa MKMK berstatus badan ad hoc. Adapun MKMK buntut adanya laporan dari masyarakat soal dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi soal putusan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang mengizinkan warga di bawah usia 40 tahun maju di pemilihan presiden.
“Semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini. Jadi saudara-saudara sekalian, terlepas dari saudara ini berasal dari mana, sekarang ini masyarakat politik terpecah lima, kubu sini, kubu sini, kubu tengah, dan kubu antara, pada marah semua. Jadi, kasus putusan terakhir ini menarik perhatian seluruh rakyat Indonesia,” ujar Jimly.
Ia pun menilai perhatian publik pada kasus ini adalah hal yang bagus untuk pendidikan publik. Menurutnya, mesti mensyukuri hal ini.
Pada kesempatan itu, Jimly menyinggung soal akal sehat. Menurutnya, saat ini akal sehat sudah kalah oleh akal bulus dan akal fulus.
Peram MKMK untuk Masyarakat
Maka, kata Jimly, MKMK mesti bisa bermanfaaat untuk menghidupkan akal sehat tersebut. Dia berharap para pelapor membawa semangat tersebut dalam perkara ini.
Ia juga menyebut pengajuan laporan ini merupakan isu yang penting karena bertalian dengan jadwal pendaftaran capres.
“Karena isu ini isu yang berat, isu serius dan sangat terkait dengan jadwal waktu pendaftaran capres dan jadwal waktu verifikasi oleh KPU dan penetapan final status dari pasangan capres, sedangkan di dalam materi laporan ada yang menuntut supaya melakukan pembatalan putusan MK. Nah, nanti dulu soal benar tidaknya. Tapi ini menunjukkan ada kegawatan dari segi waktu,” ucap dia.
Laporan dugaan pelanggaran etik ini bertalian dengan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Lewat putusan itu, MK menyatakan syarat usia minimal capres-cawapres 40 tahun.
Namun, orang yang belum berusia 40 tahun bisa jadi capres-cawapres selama punya pengalaman pada jabatan yang terpilih melalui pemilu.
MK pun mendapat kririk karena dianggap memberikan ‘karpet merah’ kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), maju di Pilpres 2024.
MK bahkan disebut-sebut sebagai ‘Mahkamah Keluarga’. Sebab, Ketua MK Anwar Usman merupakan paman Gibran.