Bontang – Komisi ll DPRD Bontang menggelar rapat kerja bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bontang membahas pendapatan asli daerah (PAD) sarang burung walet di Gedung DPRD Bontang, Senin (15/3/2021).
Ketua Komisi ll DPRD Bontang Rustam menyatakan keberadaan pelaku usaha sarang walet lebih dulu ada dibanding Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan juga Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Pengusaha Sarang Burung Walet.
Namun hingga saat ini, pajak dari hasil sarang walet tersebut tidak pernah terealisasikan, lantaran terhambat persyaratan perizinan yang tidak boleh terlalu dekat dengan rumah sakit, sekolah dan fasilitas publik lainnya.
“Jadi serba salah. Sekarang tinggal kesempatan, kesepakatan dan keinginan termasuk kesadaran dari pengusaha sarang walet itu sendiri,” ucapnya saat ditemui awak media usai raker.
Ia menyatakan, laporan yang masuk ke provinsi terkait pajak sarang walet masih nol. Sehingga kata dia, sudah saatnya pengusaha pemilik sarang walet dikenakan pajak.
“Sudah cukup dikasih waktu selama 10 tahun, sekarang saatnya berperan apalagi di masa pandemi seperti ini pemerintah agak susah mencari anggaran untuk pemulihan ekonomi Bontang,” terangnya.
Politikus Golkar itu membeberkan jika Gubernur Kaltim Isran Noor telah melakukan kesepakatan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak karantina terkait hal tersebut.
“Ini bukan masalah pajak rumah akan tetapi pajak sarang waletnya,” tuturnya.
Tak hanya itu, Rustam sangat setuju dan turut mendukung pihak Bapenda Kaltim yang menegaskan bahwa tahun 2021 pemilik sarang walet wajib bayar pajak.
“Tujuannya agar seluruh kota bisa mencapai PAD dengan cara menarik pajak impor maupun ekspor sarang walet,” pungkasnya.
Bapenda sendiri menyampaikan soal penghasilan pajak parkir dari mall ataupun sarana penarikan uang tunai (ATM) jika memang dari pihak parkir tidak memberikan karcis maka parkir itu gratis.
Menurut Rustam ada kekeliruan terhadap para pelaku parkir yang tidak memberikan karcis alias parkir liar, karena menurutnya kesadaran warga terhadap sesama itulah yang menjadi pemicu adanya parkir liar itu sendiri.
“Karena gini, ada pemarkir liar yang nunggu kendaraan kita yang seharusnya kita bayar parkir Rp2.000 kita kasih Rp5.000 jangankan untuk nungguin karcis parkir kita kasih uang itu tanpa ada karcis parkir itu termasuk kekeliruan dari masyarakat” urainya.