Jakarta – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyampaikan teguran kepada sejumlah gubernur yang memprotes pemotongan Transfer ke Daerah (TKD). Ia menilai protes tersebut tidak berdasar, karena di banyak daerah justru ditemukan praktik pemborosan anggaran yang signifikan.
Dalam forum bersama pejabat pemerintah daerah di Jakarta, Tito menyatakan bahwa pemotongan TKD merupakan bagian dari upaya pembenahan tata kelola keuangan daerah yang masih lemah. “Protes terhadap pemotongan tidak bisa dilakukan tanpa melihat realita pemborosan di banyak daerah,” ucap Tito.
Menurutnya, banyak provinsi menghabiskan anggaran untuk belanja rutin yang kurang produktif, seperti perjalanan dinas berlebihan, kegiatan seremonial, hingga pembelian barang-barang non-prioritas. Tito menegaskan bahwa kebijakan ini diambil bukan semata untuk mengurangi beban pusat, tetapi untuk menegakkan prinsip efisiensi dan akuntabilitas penggunaan anggaran publik.
“Kami ingin agar setiap rupiah yang dikucurkan ke daerah dipertanggungjawabkan secara lebih baik,” tambahnya.
Pernyataan ini menjadi respons terhadap keluhan sejumlah kepala daerah yang menyatakan bahwa pemangkasan TKD akan berdampak pada layanan publik dan pembangunan infrastruktur. Mereka khawatir kegiatan vital pemerintahan daerah akan terhambat karena berkurangnya dukungan anggaran dari pusat.
Namun, Tito menekankan bahwa pemerintah pusat tetap mengedepankan keadilan fiskal dan keberlanjutan pembangunan. Ia menyebut pemotongan TKD dilakukan secara selektif, dan daerah tetap diberi ruang untuk menyesuaikan prioritas belanja dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Transfer ke Daerah (TKD) selama ini menjadi tumpuan utama bagi daerah dalam membiayai berbagai program pembangunan. Namun, pengawasan terhadap penggunaannya kerap dinilai lemah, dan banyak laporan yang mengindikasikan pemborosan serta penyalahgunaan anggaran.
Pengamat kebijakan publik menyambut langkah Mendagri ini sebagai sinyal penting bahwa efisiensi fiskal kini menjadi agenda nasional. Mereka menilai pemangkasan TKD akan berdampak positif jika dibarengi dengan penguatan sistem akuntabilitas dan evaluasi berkala atas kinerja daerah.
Di sisi lain, tantangan yang muncul adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kontrol pusat dan hak otonomi daerah dalam mengatur anggarannya. Jika tidak hati-hati, langkah ini bisa memicu ketegangan fiskal dan politik antara pusat dan daerah.
Sebagai penutup, Tito menggarisbawahi bahwa transparansi dan audit keuangan akan menjadi fokus utama dalam memperbaiki tata kelola anggaran daerah. Ia berharap, momentum ini bisa mendorong perubahan kultur birokrasi di tingkat lokal agar lebih profesional dan bertanggung jawab.
