Banyak fakta menarik dari kemenangan Biden-Kamala dalam pilpres AS yang baru saja mencatat sejarah baru di Amerika. Berbagai tanggapan muncul yang ditujukan kepada kedua tokoh ini. Duet yang egaliter dalam kancah politik. Biden tercatat sebagai Presiden tertua dengan karir politik yang runut, pencapainnya tidak serta merta atau instan tetapi melalui jalan panjang dan menjadikan dirinya matang.
Kamala Harris, perempuan berkulit berwarna pertama dalam sejarah Amerika yang menduduki jabatan penting, orang nomor dua di AS. Kamala, dalam pencapaian karir politiknya terbilang mapan, selain dua kali menjabat sebagai Jaksa Agung di Califotnia dan San Fransisco, Kamala juga pernah menjadi senator perwakilan California pada tahun 2017.
Sebagai keturunan tiga benua; Asia-Afrika-America, Kamala memiliki latar belakang kehidupan yang tidak bisa dianggap enteng. Ia lahir dari rahim seorang Doktor, periset dan ayah yang ekonom. Selain itu ayah Kamala adalah seorang aktivis hak-hak sipil. Tentu saja warna darah ini mengalir dalam diri Kamala sehingga menjadi perempuan politik yang berkarakter kuat.
Sebagai mantan aktivis kulit hitam, Kamala bukan hanya mampu sejajar tetapi melampaui kesejajaran itu dalam kancah politik Amerika, bahkan bukan tak mungkin ia menjadi orang nomor satu dan perempuan pertama di AS pada pilpres 2024 yang akan datang.
Kamala, selain kemenangannya, sosoknya menjadi inspirasi di seluruh belaham dunia. Bukan semata keberhasilannya mendampingi Biden, lebih dari itu ia menunjukkan kesetaraan dalam politik adalah niscaya. Ia akan mematahkan perspektif kuno, dan mengakhiri perdebatan panjang tentang kesetaraan dan gender.
Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia peran perempuan dalam politik telah dibuktikan Megawati Soekarno Putri. Ia menjadi presiden perempuan pertama pasca Gusdur lengser pada tahun 2001. Apakah potret Kamala dan Megawati ini merupakan representatif dari politik nasional yang masih sarat dengan perdebatan tentang persamaan hak perempuan dan laki-laki di bidang politik, keterwakilan perempuan, perdebatan tentang gender dan juga mengenai kuota perempuan?
Eksistensi Kamala menunjukan perdebatan tentang kesetaraan gender telah selesai. Sedangkan keberhasilan Megawati belum menunjukan perdebatan kesetaraan di bidang politik ini selesai. Meskipun hal kesetaraan itu termaktub dalam UUD Tahun 1945 pasal 27 tetapi realitas sosialnya masih banyak perdebatan yang panjang baik secara kultur maupun struktur. Masyarakat Indonesia yang memiliki karakter patriarki itu belum sepenuhnya ikhlas mengakui eksistensi Megawati sebagai perempuan yang sejajar dengan siapapun dikancah politik. Itulah sebabnya pasca Megawati perdebatan tentang perempuan dan eksistensinya di bidang politik kembali diperbincangkan dan masih belum akan usai.
Sejauh mana kiprah Kamala Harris mempengaruhi paradigma politik perempuan di kancah perpolitikan tanah air? Indonesia masih sarat dengan paradigma kolot yang bersumber dari norma budaya dan agama. Budaya patriarki yang sedemikian keras seperti karang terjal, dan perspektif agama yang dimaknai bahwa perempuan bukan pemimpin bagi kaum laki-laki bahkan fatwa haram. Akankah Kamala menjadi inspirasi baru tentang kesetaraan itu?