Sidoarjo – Komisi VIII DPR RI menyatakan duka mendalam atas insiden yang menelan korban jiwa sebanyak 67 orang dan 104 santri selamat. Wakil Ketua Komisi VIII, Singgih Januratmoko, menyebut bahwa setelah masa reses DPR berakhir, Kemenag akan dipanggil untuk membahas evaluasi izin-izin pesantren, termasuk Ponpes Al Khoziny.
“Kita mendesak juga Kemenag untuk mengevaluasi izin dari ponpes tersebut,” ujar Singgih. Menurutnya, Komisi VIII sudah melakukan komunikasi awal dengan Kemenag dan berharap ada langkah tegas demi menjaga keamanan pesantren lain di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, anggota DPR Komisi VIII, Atalia Praratya, menyoroti dugaan kelalaian teknis pembangunan sebagai faktor penyebab ambruknya bangunan. Ia menjelaskan bahwa pengecoran atap baru saja selesai beberapa jam sebelum insiden terjadi, dan izin serta pengawasan teknis belum dilakukan secara memadai. Atalia menegaskan bahwa jika unsur kelalaian terbukti, proses hukum harus berjalan transparan dan tidak pandang bulu.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, mengecam kegagalan pengawasan dari pemerintah serta lembaga legislatif sendiri. Ia menilai bahwa struktur bangunan pesantren jelas tidak memenuhi standar kelayakan, sementara izin mendirikan bangunan (IMB) kerap diabaikan dalam proyek serupa. Ia berharap agar peraturan tentang izin pesantren diperketat guna mencegah tragedi serupa di masa depan.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari Komisi III DPR yang mendukung langkah Polda Jawa Timur untuk mengusut tuntas dugaan pidana dalam peristiwa tersebut. Wakil Ketua Komisi III, Sari Yuliati, menegaskan pentingnya penegakan hukum demi memberikan keadilan bagi keluarga korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Lebih jauh, anggota DPR Selly Andriany Gantina menyebut bahwa tragedi di Ponpes Al Khoziny bukanlah “musibah biasa,” melainkan kegagalan sistemik yang perlu diusut hingga tuntas. Ia mendesak agar aparat penegak hukum menelusuri semua pihak yang bertanggung jawab, mulai dari pengelola pesantren hingga pihak teknis pembangunan.
Sebagai langkah lanjutan, berbagai pihak menyerukan audit menyeluruh terhadap kondisi bangunan pesantren di seluruh daerah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bahkan menyatakan hanya sebagian kecil pesantren yang memiliki izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pemerintah kini tengah menyiapkan rencana pembangunan ulang Ponpes Al Khoziny dengan perhitungan anggaran yang sedang dikaji.
Tragedi ini menjadi momentum penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat regulasi pendirian serta pengawasan fasilitas pendidikan agama. Evaluasi izin pesantren diharapkan menjadi langkah awal agar keselamatan santri menjadi prioritas utama di setiap lembaga pendidikan keagamaan.
