Bondowoso – Ketegangan berkepanjangan antara warga Ijen dan pihak Perkebunan PTP kembali menjadi sorotan utama di Kabupaten Bondowoso. Persoalan mengenai pemanfaatan lahan di kawasan Ijen yang telah berlangsung bertahun-tahun itu kini tengah dicarikan jalan tengah oleh pemerintah daerah melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Hingga awal pekan ini, Forkopimda telah menggelar empat kali rapat koordinasi untuk menuntaskan permasalahan tersebut secara damai dan berkeadilan.
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam menghadapi konflik lahan di Ijen. Ia menilai penyelesaian masalah ini membutuhkan kesabaran dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat sekaligus menghormati hak hukum perusahaan. “Kita sudah empat kali rapat membahas persoalan Ijen. Pemerintah hadir untuk mencari solusi. Gak apa-apa kita capek, yang penting Bondowoso kondusif,” ujar Dhafir, Selasa (7/10/2025).
Tahun ini, pihak PTP berencana melakukan penanaman kopi di lima titik kawasan Ijen. Namun, rencana tersebut kembali memicu ketegangan karena sebagian masyarakat selama ini menggantungkan hidup dari lahan sekitar perkebunan. Forkopimda pun mendorong agar PTP memberikan ruang bagi warga untuk tetap menanam komoditas hortikultura di area tertentu sebagai bagian dari ketahanan pangan daerah. “Program makan bergizi gratis tentu butuh bahan seperti kentang, dan Ijen punya potensi besar untuk itu,” ujar Dhafir.
Dhafir menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan hukum, lahan di kawasan Ijen termasuk dalam hak guna usaha (HGU) milik PTP, Perhutani, dan BKSDA. Namun, ia menegaskan status hukum itu tidak boleh menjadi alasan bagi perusahaan untuk bertindak sepihak. “Apakah PTP selalu benar? Tidak juga. Kalau HGU itu tidak sesuai peruntukan, bisa dibatalkan. Tapi masyarakat juga harus sadar, lahan itu bukan milik pribadi. Maka yang perlu kita cari adalah keseimbangan,” tegasnya.
Menurutnya, dari total 7.800 hektare lahan perkebunan, tidak seluruhnya digunakan untuk tanaman kopi. Kondisi tersebut membuka peluang bagi negosiasi bersama agar masyarakat tetap dapat mengelola sebagian lahan tanpa melanggar aturan perusahaan. “Tidak mungkin semua warga Ijen jadi buruh kebun. Mereka perlu usaha tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Persoalan ini menyangkut perut, dan itu yang terus kita perjuangkan,” tambah Dhafir.
Forkopimda menepis tudingan berpihak pada perusahaan. Dhafir menegaskan, forum tersebut berdiri sebagai penengah agar dialog berjalan adil dan suasana tetap kondusif. Sebagai hasil awal, telah disepakati bahwa PTP akan menanami lahan seluas 14 hektare di zona satu, sementara masyarakat akan memperoleh lahan pengganti dengan luas yang sama. Forkopimda dijadwalkan meninjau lokasi pengganti tersebut untuk memastikan kesepakatan berjalan sesuai rencana.
“Forkopimda bukan juru bicara PTP. Kami hanya ingin situasi kondusif. Silakan PTP dan masyarakat bicarakan bersama, kami menjadi saksi atas kesepakatan yang dicapai,” tegas Dhafir. Ia menambahkan bahwa proses penyelesaian akan dilakukan bertahap, meliputi wilayah Kampung Malang, Waru, Jampit, Sumberrejo, Kaligedang, hingga Gunung Blawu.
Dhafir menutup dengan harapan agar seluruh pihak menjaga suasana damai. “Forkopimda sepakat, gak apa-apa kita lelah, yang penting masyarakat tenang dan senang,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso, bersama aparat hukum, TNI, Polri, dan mitra BUMN seperti Nasim Khan, terus melakukan koordinasi intensif. Mereka menegaskan bahwa penertiban aset BUMN harus dilakukan tanpa mengorbankan hak hidup masyarakat. “Kita harap masyarakat bersabar. Forkopimda akan terus mencari solusi agar warga bisa bekerja dan Ijen tetap damai. Kepentingan rakyat tetap kita kedepankan tanpa mengganggu kegiatan PTP di bidang kopi,” pungkas Dhafir.
