Jakarta – Bau menyengat yang datang dari area pengolahan sampah Refuse-Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara, kini menjelma menjadi persoalan serius. Puluhan anak di sekitar kawasan itu dilaporkan jatuh sakit, sementara warga mendesak Gubernur Jakarta, Pramono Anung, segera menutup aktivitas fasilitas milik Pemprov Daerah Khusus Jakarta tersebut.
Desakan itu semakin menguat setelah sejumlah warga mengeluhkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang diduga akibat uji coba RDF Rorotan. Fasilitas tersebut diketahui masih dalam tahap pengujian sejak beberapa waktu lalu, namun aroma busuk yang ditimbulkannya dinilai sudah sangat mengganggu kehidupan warga sekitar.
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, menegaskan akan turun langsung ke lapangan untuk memantau situasi dan mendengarkan keluhan warga terdampak.
“Dalam waktu dekat saya akan ke lapangan. Saya juga akan menerima warga yang mengeluh tentang RDF Rorotan karena persoalan RDF Rorotan harus diselesaikan,” ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurut Pramono, bau menyengat yang tercium di sekitar RDF Rorotan berasal dari air lindi — limbah cair dari air hujan yang menggenang pada timbunan sampah dan kemudian tersebar saat proses pengangkutan. “Harusnya di RDF Rorotan itu sampah tidak boleh lebih dari 2–5 hari. Kemarin mobil yang mengangkut air lindinya bertebaran. Itu yang kemudian menyebabkan bau ke mana-mana,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil uji coba internal, tidak ditemukan masalah signifikan dalam sistem pengolahan sampah RDF itu. Meski begitu, Pramono memastikan akan melakukan evaluasi menyeluruh agar persoalan lingkungan ini tidak kembali terulang.
Sementara itu, Koordinator Forum Warga Rorotan, Wahyu Andre Maryono, menilai pelaksanaan uji coba RDF Rorotan tidak mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Gangguan bau ini akibat kegiatan bongkar muat sampah yang tidak sesuai SOP. Tidak semua pengangkutan sampah menuju pabrik RDF menggunakan mobil kompaktor tertutup,” ujar Wahyu.
Ia menambahkan, sekitar 20 anak di perumahan sekitar mengalami gangguan kesehatan yang diduga kuat terkait dengan aktivitas RDF Rorotan. “Sebagian besar anak mengalami penyakit mata dan ISPA,” ungkapnya.
Karena itu, warga mendesak agar fasilitas RDF Rorotan segera ditutup atau dihentikan operasinya sampai seluruh prosedur dan peralatan diperbaiki. Wahyu juga mengumumkan bahwa warga akan menggelar aksi unjuk rasa kedua pada 10 November 2025 untuk menuntut penghentian RDF serta meminta Gubernur Pramono melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan proyek tersebut.
Keresahan warga Rorotan menjadi sinyal kuat bagi pemerintah daerah agar meninjau ulang pendekatan pengelolaan sampah di ibu kota. Keberlanjutan proyek ramah lingkungan semestinya tidak mengorbankan kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitar.
