Mahulu– Satreskrim Polres Mahakam Ulu (Mahulu) menetapkan 5 orang tersangka atas kasus dugaan pelanggaran kampanye Pilkada 2024 di Mahulu.
Adapun 5 orang tersangka tersebut yakni BBG, OMS, SL, PP dan D. Salah satu dari lima tersangka ini merupakan bupati Mahakam Ulu.
Mereka diketahui menggunakan fasilitas negara saat melaksanakan kampanye salah satu pasangan calon, bertepatan dengan kegiatan tanam padi gunung yang dibiayai APBD.
Kapolres Mahulu, AKBP Anthony Rybok melalui Kasat Reskrim Polres Mahulu, Iptu Hadi Winarno menegaskan penyidikan kasus ini telah dilakukan secara maraton dengan menghadirkan sejumlah saksi.
Penyidik juga telah menyita sejumlah alat bukti yang kuat.
Dari hasil penyidikan itu, ditetapkan lima orang tersangka. Mereka dikabarkan terlibat langsung dalam praktik pelanggaran tersebut.
Kemudian, Dalam proses penyelidikan, tim penyidik Polres Mahulu telah memintai keterangan 11 orang saksi, dari total 13 orang saksi.
Menurut Iput Hadi, meskipun dua orang saksi tidak hadir untuk memberikan keterangan, namun tidak mempengaruhi proses hukum yang berlangsung.
“Dari proses penyidikan yang sudah dilakukan, akhirnya kita tetapkan 5 orang tersangka, karena sudah didukung dengan alat bukti yang kuat dan keterangan sejumlah saksi. Total keseluruhan saksi sebanyak 13 orang. Ada 11 orang yang sudah kita mintai keterangan, sementara 2 orang belum,” kata Iptu Hadi, Kamis (14/11/2024).
Lebih lanjut, Hadi menjelaskan bahwa, selama berjalannya proses penyelidikan, Penyidik Polres Mahulu telah mengirimkan SDP (surat dimulainya penyelidikan) ke pihak kejaksaan Kutai Barat untuk memberitahu bahwa proses penyelidikan kasus tersebut sudah mulai.
Ditegaskan bahwa, penyidikan kasus tersebut akan berpedoman pada undang-undang dan Standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku dengan jangka waktu penyelidikan selama 14 hari sejak laporan diterima.
Sehingga, dalam waktu dekat ini pihak penyidik akan segera menyerahkan seluruh berkas perkara ke pihak kejaksaan Kutai Barat untuk dilakukan proses lebih lanjut.
Penyerahan berkas perkara hasil penyidikan akan dilakukan pada tanggal 18 November 2024.
“Nanti pihak kejaksaan akan meneliti berkas yang kami serahkan dalam jangka waktu tiga hari. Jika dari berkas yang kami serahkan tidak ada kesalahan, maka akan masuk tahap kedua yakni kami serahkan tersangka dan barang bukti,” tegasnya.
Hadi menegaskan, Dari kasus tersebut, 5 orang tersangka dijerat dengan Pasal 69 huruf (h) jo Pasal 187 ayat (3) sub Pasal 71 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 188 sub Pasal 70 ayat (1) huruf (c) jo Pasal 189 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Dengan sanksi hukuman kurungan penjara minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan.
Atau sanksi denda minimal Rp 600 ribu, maksimal Rp 6 juta.
Pada pasal diatas juga ditegaskan bahwa dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau Pejabat Negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah.
Dilarang membuat Keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon” atau Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri.
Maupun didaerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih dan Dalam kampanye.
Pasangan calon juga dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Sebagai informasi, kasus dugaan pelanggaran kampanye yang berhasil menetapkan 5 orang tersangka ini bermula adanya laporan dari tim Hukum pasangan calon nomor urut 02, Novita Bulan–Artya Fathra Marthin kepada Bawaslu Mahulu, pada tanggal 28 Oktober 2024.
Saat itu, terdapat 3 laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan ke Bawaslu yakni terkait penyalahgunaan wewenang dari oknum kepala daerah. Kedua penggunaan fasilitas negara dalam aktivitas kampanye salah satu pasangan calon. Kemudian ketiga melaporkan beberapa oknum ASN yang terlibat dalam politik praktis.
Tim hukum pasangan calon nomor 02 menilai, praktik pelanggaran tersebut sangat merugikan pasangan calon lain, dan mencederai kualitas demokrasi di Mahulu.
Laporan tersebut kemudian diterima oleh Bawaslu Mahulu dan dilakukan kajian awal serta mengikuti mekanisme penanganan pelanggaran.
Namun, Dari 3 laporan tersebut, hanya 1 laporan saja yang teregistrasi, sedangkan 2 lainnya tidak diregistrasikan. Karena menurut Bawaslu 2 laporan itu tidak memenuhi syarat formil dan materil.
Bawaslu kemudian melakukan registrasi 1 laporan yakni penggunaan fasilitas negara dalam aktivitas kampanye, hingga pada tahapan akhirnya Bawaslu melaksanakan rapat pleno bersama tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Penanganan kasus pelanggaran tersebut kemudian dilimpahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Kesimpulan kami bahwa dari laporan tersebut ada dugaan tindak pidana pemilihan, maka diteruskan ke penyidik kepolisian,” ungkap Ketua Bawaslu Mahulu, Saaludin.
Menurutnya, sejak laporan diregistrasi, Bawaslu Mahulu telah membahas kasus ini bersama tim Gakkumdu guna memastikan prosedur penanganan berjalan sesuai aturan.
Bawaslu Mahulu juga melakukan klarifikasi intensif terhadap sekitar 16 saksi, termasuk pelapor dan terlapor.
“Seluruh proses klarifikasi dilakukan secara maraton dengan pengawasan dari tim Gakkumdu,” ujarnya.
Setelah merampungkan klarifikasi dan mendapati adanya dugaan pelanggaran serius, Bawaslu Mahulu memutuskan untuk menyerahkan kasus ini ke pihak kepolisian pada 5 November 2024.
Sehingga, dengan pelimpahan ini, kewenangan penyelidikan berada sepenuhnya di tangan kepolisian untuk melanjutkan kasus ke tahap yang lebih tinggi.
Pelanggaran ini tentu saja menjadi preseden buruk dalam sejarah Pilkada Mahulu, apalagi tersangkanya merupakan salah satu oknum kepala daerah yang masih aktif yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Namun, pada kenyataannya justru jauh dari yang diharapkan.