Sangatta – Program Fasilitasi Intensifikasi dan Integrasi Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) di Kabupaten Kutai Timur sukses mencatatkan hasil di luar ekspektasi. Diluncurkan pada 4 September 2024 oleh Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, di Klinik Pratama Rawat Inap PT Swakarsa Sinarsentosa, Desa Muara Wahau, program ini berhasil melampaui target akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Dari target awal 100 akseptor, program KBKR berhasil mencapai 129 akseptor, sebuah pencapaian yang diapresiasi oleh Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Timur, Dr. Sunarto. “Capaian ini menunjukkan keseriusan kita dalam memfasilitasi akses pelayanan KB yang berkualitas,” ujarnya.
Tantangan dan Fokus Penurunan Stunting
Keberhasilan ini menjadi bagian dari upaya BKKBN untuk menekan angka stunting yang terus menjadi perhatian di Kalimantan Timur. Menurut Sunarto, penurunan stunting adalah prioritas utama yang menjadi fokus BKKBN menjelang 2024. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan penurunan balita stunting di Kalimantan Timur, namun prevalensi stunting di Kabupaten Kutai Timur justru meningkat dari 24,7 persen menjadi 29,0 persen.
“Stunting harus dicegah sedini mungkin, bahkan sebelum pernikahan. Fokus pada pencegahan anemia dan Kurang Energi Kronik (KEK) pada remaja putri sangat penting, serta memastikan jarak kehamilan yang memadai melalui program KB pascapersalinan,” jelas Sunarto.
Peran Penting Program Bangga Kencana
Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana) yang dijalankan BKKBN juga menunjukkan hasil positif. Laporan tahunan BKKBN periode 2022-2023 mencatat penurunan unmet need Keluarga Berencana dari 20,7 persen menjadi 16,7 persen, serta peningkatan penggunaan kontrasepsi modern (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) dari 51,5 persen menjadi 54,6 persen.
Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah Khusus BKKBN Pusat, dr. Fajar Firdawati, M.K.M., menambahkan bahwa program KB memiliki kaitan erat dengan penurunan angka stunting dan kematian ibu serta bayi. Pengaturan kehamilan melalui kontrasepsi membantu mencegah kehamilan “4 Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak), yang menjadi faktor risiko stunting dan kematian ibu.
“Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup, sementara target SDGs 2030 adalah di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup,” kata Fajar.
Upaya Pemerataan Akses dan Kualitas Pelayanan
Tantangan utama dalam penyelenggaraan program KBKR adalah pemerataan akses dan peningkatan kualitas pelayanan di berbagai wilayah, terutama di daerah terpencil dan perbatasan. BKKBN berkomitmen meningkatkan aksesibilitas pelayanan KB melalui program Prioritas Nasional (Pro PN) yang ditujukan untuk wilayah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kawasan transmigrasi.
“Kegiatan ini menjadi wujud nyata kolaborasi multisektor untuk menekan angka stunting dan kematian ibu serta bayi,” ungkap Sunarto. Ia berharap, dengan dukungan fasilitas kesehatan, tenaga medis yang kompeten, serta penyediaan alat kontrasepsi secara gratis, kesertaan KB dapat terus meningkat, dan prevalensi stunting di Kabupaten Kutai Timur dapat ditekan.
Program KBKR ini bukan hanya sekedar angka dan target, namun menjadi langkah nyata dalam menciptakan generasi sehat dan berkualitas di masa depan.