Kediri – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, mengumumkan langkah strategis untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di Indonesia melalui konsolidasi data kemiskinan. Dalam rapat koordinasi yang melibatkan 27 kementerian, lembaga, dan 154 program terkait pada Jumat, 22 November 2024, Budiman menargetkan integrasi data selesai pada akhir tahun ini.
Langkah ini bertujuan untuk menghasilkan basis data yang lebih akurat dan terintegrasi, yang akan dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut diharapkan menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan sosial dan menyalurkan program bantuan mulai tahun 2025.
“Konsolidasi data ini penting untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran, mengurangi duplikasi penerima, dan meningkatkan efektivitas intervensi pemerintah,” ujar Budiman.
Kolaborasi Multi-pihak untuk Keakuratan Data
Inisiatif ini melibatkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk PT PLN dan PT Pertamina, yang telah menyerahkan data terkait sejak awal November 2024. Dukungan teknologi dan koordinasi lintas sektor diharapkan dapat mengurangi ketidaktepatan penyaluran bantuan sosial yang selama ini menjadi sorotan.
Budiman mencontohkan, subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan gas LPG sering kali tidak tepat sasaran. Dari 33 juta penerima subsidi listrik, misalnya, hanya 16,6 juta yang benar-benar terdaftar sebagai masyarakat miskin. Bahkan, sebanyak 10,6 juta penerima subsidi listrik dinilai tidak layak, menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,2 triliun per bulan.
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa 86% konsumsi Pertalite dinikmati oleh 30% masyarakat terkaya di Indonesia. Subsidi gas LPG 3 kilogram juga didominasi oleh 80% masyarakat mampu, menandakan perlunya evaluasi penyaluran.
“Dengan data yang lebih terintegrasi, kami ingin memastikan subsidi dan bantuan mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan,” tegas Budiman.
Belajar dari Negara Lain
Dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan, Budiman menekankan pentingnya belajar dari pengalaman negara lain, seperti China dan Brasil, yang telah berhasil mengatasi kemiskinan dengan pendekatan holistik. Tidak hanya bantuan sosial, tetapi juga pemberdayaan masyarakat miskin produktif menjadi fokus penting.
“Pendekatan yang lebih komprehensif diperlukan. Selain memberikan bantuan sosial, kita harus menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat miskin agar mereka dapat mandiri,” tambahnya.
Saat ini, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia tercatat berada di angka 0,8%, sedangkan kemiskinan umum di level 9%. Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka ini secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Dampak Ketidaktepatan Sasaran Bantuan Sosial
Beberapa contoh kasus menunjukkan dampak negatif ketidaktepatan sasaran bantuan. Program Raskin (beras untuk rumah tangga miskin) misalnya, kerap disalurkan kepada rumah tangga yang tidak berhak, sehingga rumah tangga miskin menerima bantuan jauh di bawah ketentuan.
Hal serupa terjadi pada bantuan langsung tunai (BLT), di mana sekitar 20% bantuan tidak tepat sasaran akibat data yang tidak terupdate dan minimnya partisipasi komunitas desa dalam proses verifikasi.
Riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) juga mengungkapkan bahwa 49% responden menilai bantuan sosial belum tepat sasaran, sementara 60% lainnya menyebut masih ada warga yang layak tetapi belum mendapatkan bantuan.
“Kendala utama adalah data yang usang dan tidak konsisten. Dengan basis data yang lebih baik, kami optimis dapat meningkatkan akurasi penyaluran bantuan,” ujar Budiman.
Harapan untuk 2025
Langkah konsolidasi data ini diharapkan menjadi pijakan awal untuk memperbaiki berbagai program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Dengan basis data yang solid, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, integrasi data juga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan anggaran.
Budiman menggarisbawahi pentingnya peran masyarakat dalam mendukung program ini. Partisipasi komunitas lokal, seperti desa dan kelurahan, dinilai krusial dalam proses validasi data penerima bantuan.
“Tekad kami jelas, yakni memastikan kebijakan pengentasan kemiskinan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkan, dan bukan hanya menjadi angka di atas kertas,” pungkas Budiman.
Melalui inovasi ini, pemerintah optimis dapat mempercepat pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih inklusif dan sejahtera.