Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan akan lebih mengutamakan fasilitas kesehatan pemerintah dalam menyediakan layanan aborsi, namun tidak menutup kemungkinan bagi fasilitas kesehatan swasta yang memiliki kompetensi untuk berpartisipasi.
“Yang jelas, rumah sakit pemerintah dan rumah sakit kepolisian pasti akan dilibatkan. Beberapa rumah sakit swasta yang terbaik juga akan diberi kesempatan. Intinya, pelayanan ini harus bisa diakses oleh masyarakat luas dan tidak semuanya berpusat di Jakarta,” kata Azhar Jaya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, sebagaimana dilaporkan oleh Antara.
Azhar menyampaikan hal ini sebagai tanggapan terhadap pertanyaan media mengenai penunjukan rumah sakit untuk layanan aborsi, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menurut Azhar, yang terpenting adalah memastikan bahwa tenaga medis atau tenaga kesehatan yang bertugas memiliki kompetensi yang baik, seperti obgyn forensik yang memahami kasus hukum. Selain itu, faktor lain seperti usia kehamilan juga perlu diperhatikan sebelum melakukan aborsi.
Dia menjelaskan bahwa aborsi merupakan beban baik bagi para profesional yang memberikan layanan maupun bagi perempuan yang mengandung. Oleh karena itu, mereka diberi bantuan psikologis untuk memutuskan apakah akan melakukan terminasi kehamilan atau tidak.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 28/2024 pada 26 Juli, yang salah satunya mengatur tentang aborsi yang diperbolehkan bagi perempuan hamil dengan indikasi kedaruratan medis serta korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 116.
Terkait penunjukan fasilitas kesehatan, Pasal 119 ayat 1 menyebutkan bahwa layanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi standar Sumber Daya Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.
Dalam Pasal 123, disebutkan bahwa dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan atau tenaga lainnya.