Mojokerto – Rizki Id’har Anwar, Direktur CV. RF Bersaudara, resmi melaporkan tiga oknum dari LSM SRI serta beberapa warga Dusun Sawoan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur, Selasa(15/10/2024). Langkah ini diambil setelah terjadi insiden kekerasan yang melibatkan warga dan pekerja perusahaan tambang milik Rizki di Dusun Sawo, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto pada 13 September 2024.
Laporan ini diumumkan oleh Hadi Purwanto, S.T., S.H., Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Djawa Dwipa, yang secara resmi ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh CV. RF Bersaudara. Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (16/10/2024) Hadi menjelaskan bahwa pihaknya mengambil langkah hukum setelah beberapa pekerja perusahaan menjadi korban aksi kekerasan yang diduga diprovokasi oleh LSM SRI dan warga setempat.
Peristiwa Kekerasan di Lahan Tambang
Menurut Hadi, insiden kekerasan tersebut terjadi ketika Muhammad Aris, operator alat berat/excavator, sedang bekerja di lahan perusahaan untuk melakukan penataan dan perbaikan jalan. Aris mengalami serangan fisik berupa pelemparan batu, pencekikan, serta ancaman akan dibakar dan dibunuh oleh sekelompok warga yang dipimpin oleh tiga oknum dari LSM SRI. Selain itu, warga juga menutup jalan dengan memasang penghadang dari bambu di sekitar lokasi tambang.
“Tindakan mereka sudah tidak bisa ditoleransi lagi,” tegas Hadi. Ia juga menyatakan bahwa CV. RF Bersaudara telah memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) yang sah sejak 26 September 2023. Oleh karena itu, aktivitas tambang yang dilakukan di Dusun Sawoan legal dan sesuai dengan aturan pemerintah.
LSM SRI Diduga Memprovokasi Warga
Hadi menambahkan, ketiga oknum LSM yang dilaporkan, yakni Mar, Dian, dan Susan, bersama seorang warga bernama Soul Brewok, diduga sebagai dalang intelektual di balik kerusuhan tersebut. LSM SRI dituding memprovokasi warga untuk melakukan aksi anarkis yang merugikan perusahaan serta pekerjanya.
“Kami sangat prihatin dengan sikap LSM ini. Seharusnya mereka memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kegiatan tambang yang dilakukan oleh CV. RF Bersaudara sudah legal, bukan malah memprovokasi dan menyulut emosi warga,” ujar Hadi, yang juga menyinggung bahwa LSM tersebut terkesan pilih-pilih dalam menangani isu lingkungan. Menurutnya, di desa tempat LSM SRI beralamat, justru banyak tambang ilegal yang dibiarkan beroperasi.
Hadi juga menyayangkan bahwa warga Dusun Sawoan telah terpengaruh oleh provokasi LSM tersebut, sehingga mereka rela terlibat dalam aksi kekerasan dan penghadangan alat berat. Ia berharap warga lebih bijak dalam menanggapi isu-isu seperti ini, serta tidak mudah termakan propaganda yang merugikan diri mereka sendiri.
Tuduhan Hukum yang Dilayangkan
Dalam laporan yang diajukan ke Polda Jatim, para terlapor dijerat dengan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 terkait Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP dianggap melakukan tindak pidana. Mereka juga dijerat dengan Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan bersama-sama melakukan tindak pidana.
Advokat Eko Putro Sodiq, S.H., yang memimpin tim advokasi LBH Djawa Dwipa, menegaskan bahwa tidak ada ruang maaf bagi para pelaku. Ia menyatakan bahwa perbuatan mereka sudah mengarah pada tindakan anarkis yang membahayakan keselamatan pekerja. Eko menambahkan bahwa tindak pidana tersebut jelas terlihat dalam Pasal 162, di mana setiap upaya untuk merintangi kegiatan pertambangan yang sah dapat dipidana.
Fakta-Fakta Kekerasan yang Terjadi
Eko juga memaparkan beberapa fakta penting yang menjadi dasar laporan polisi tersebut. Pertama, para terlapor diduga melakukan kekerasan fisik terhadap Muhammad Aris, operator alat berat KOBELCO SK200-10, dengan melemparinya menggunakan batu dan batu bata, serta mencekik lehernya. Mereka juga mengancam akan membakar dan membunuh Aris jika ia tidak menghentikan pekerjaannya.
Kedua, kelompok warga dan oknum LSM ini membuat penghalang di jalan milik perusahaan dengan memasang bambu-bambu yang ditancapkan di tengah jalan, guna menghalangi masuknya alat berat ke lokasi kerja. Ketiga, mereka juga memasang sejumlah spanduk di sekitar lokasi tambang yang berisi pesan bahwa kegiatan perusahaan merusak lingkungan.
“Kami optimis dapat memperjuangkan keadilan bagi klien kami. Aksi kekerasan yang mereka lakukan jelas melanggar hukum, dan kami berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan,” tutur Eko.
Tanggapan Ketua LSM Srikandi
Di sisi lain, Sumartik, Ketua LSM Srikandi (Serikat Konservasi Lingkungan Hidup), membantah semua tuduhan yang dilayangkan terhadap dirinya dan warga Desa Sawo. Dalam pernyataannya kepada media, Sumartik menegaskan bahwa tidak ada warga yang melakukan tindakan anarkis seperti yang dituduhkan oleh pihak perusahaan. Ia mengaku bahwa warga memang menolak keberadaan galian tambang di dusun mereka, namun tidak ada aksi kekerasan atau pengancaman terhadap operator alat berat.
“Tidak ada yang mencekik operator atau mengancam membakarnya. Warga hanya menyuruh mereka pergi karena tidak setuju dengan adanya tambang di wilayah ini,” jelas Sumartik. Ia juga membantah bahwa dirinya berperan sebagai provokator dalam aksi tersebut. Menurut Sumartik, pada saat kejadian ia tidak berada di lokasi.
“Saya tidak ada di sana saat kejadian. Warga bisa memastikan bahwa saya tidak terlibat langsung dalam aksi itu,” tegasnya.
Sejarah Penolakan Warga Terhadap Tambang
Sumartik menjelaskan bahwa penolakan warga terhadap aktivitas tambang di Dusun Sawoan telah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum dirinya mulai mendampingi warga dua tahun lalu. Warga merasa bahwa tambang tersebut akan merusak lingkungan mereka, yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.
“Kami sudah berjuang sejak lama, sebelum saya mendampingi warga. Warga kompak menolak masuknya pengusaha tambang ke wilayah ini,” ujarnya. Sumartik juga menyatakan bahwa pada bulan September 2024, alat berat yang masuk ke Dusun Sawoan dihadang oleh warga pada beberapa kesempatan. Namun, aksi tersebut tidak melibatkan kekerasan fisik seperti yang dituduhkan oleh pihak perusahaan.
Menurut Sumartik, pada tanggal 11, 12, dan 13 September 2024, alat berat yang datang ke dusun tersebut langsung dihadang oleh warga, namun tidak ada tindakan yang anarkis. “Ini bukan demo, melainkan aksi spontan dari warga untuk melindungi lingkungan mereka,” tambahnya.
Harapan untuk Penegakan Hukum yang Adil
Sumartik berharap agar aparat penegak hukum (APH) dan dinas terkait lebih memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang, khususnya yang belum memenuhi standar analisis dampak lingkungan (AMDAL). Ia juga menegaskan bahwa warga hanya berusaha melindungi tanah mereka agar tetap bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan kehidupan sehari-hari.
“Kami berharap APH dan dinas terkait lebih tegas dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Sosialisasi kepada warga juga harus dilakukan agar mereka paham dengan perizinan dan dampak dari tambang ilegal,” pungkas Sumartik.