Budi Iswanto (37) salah satu pengrajin tenun yang masih tersisa di Kabupaten Mojokerto. Bermodalkan dua alat tenun tradisional, Budi bersama dua karyawannya sangat telaten dan sabar mempertahankan kerajinan tenun yang mulai tergerus arus moderenisasi industri.
“Kami memulai sekala rumah tangga ini. Kami mencoba mempertahankan warisan dari mertua dan memberi lapangan kerja untuk tetangga sekitar,” ungkap Budi kepada media ini.
Halaman belakang rumahnya di Desa Kedung Uneng, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ia sulap menjadi tempat produksi tenun ikatnya.
Awalnya Budi didampingi Disperindag Mojokerto
Awal merintis usahanya, Budi mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Mojokerto pada tahun 2013. Budi sendiri merupakan adik ipar dari Erwin, salah satu pengrajin tenun asal Kediri.
“Istri saya itu kakaknya kan pengrajin tenun dari Kediri. Saya kemudian mendapat pelatihan dari Disperindag untuk tenun tradisional ini,” terangnya.
Awalnya, Budi mengaku pasrah dengan kerajinan tenun yang ia tekuni sampai saat ini. Menurutnya, tenun tradisional mulai tergantikan dengan mesin tenun modern. Selain itu pengrajin yang mendominasi di Mojokerto adalah batik. Pengrajin tenun yang menurutnya bertahan sampai saat ini adalah miliknya dan di Desa Jrambe, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto.
Kebanyakan dengan cara konvensional dari mulut ke mulut dan nomor ponsel.
Budi juga mengaku selama ini memanfaatkan marketplace di platform sosial media untuk menjual karyanya.
“Dulu, yang beli di Mojokerto kebanyakan guru. Tapi tidak bisa diprediksi permintaannya, tapi kami mencoba melalui platform sosmed dan Alhamdulillah jalan, ” ucapnya.
Permintaan konsumen, produksi hingga 60 potong kain tenun
Selama satu bulan industri rumah tangga miliknya bisa membuat 60 potong kain tenun. Menurutnya ia akan menyesuaikan permintaan konsumen mulai dari berbagai corak khas Jawa Timuran khususnya corak Mojokerto.
“Kalau pengerjaannya 1 hari bisa 2 potong karena memang tingkat kerumitannya tersendiri, kalau ukuran kainnya 2,5 m kali 90 cm. Itu kita menyambung 3.150 benang. Harganya berkisar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu,” imbuhnya.
Saat ini perhatian pemerintah luar biasa. Banyak instansi pemerintah yang sudah mulai memesan. Bahkan saat ini ia kewalahan mengerjakan pesanan.
“Alhamdulillah, banyak orderan bisa sampai ratusan dalam sebulan. Kebanyakan dari instansi pemerintah. Kan kami juga dengar kalau ada himbauan presiden untuk membelanjakan 40 persen menggunakan UMKM,” terangnya.
Ia berharap ada banyak generasi milenial berminat penenun. Saat ini, kesulitan mencari SDM mulai ia temui.
“Ya kesulitannya, dengan banyaknya order kebanyakan kurang SDM, semoga ada solusi,” tuturnya.
Karya kain tenunnya juga pernah digelar di wajah pesona Indonesia dan mendapatkan
Industri tenun tradisional miliknya bisa diakses melalui google maps dengan nama ERHA LESTARI. Rumahnya Hanya butuh 40 menit perjalanan dari pusat Kota Mojokerto.