Jakarta – Taspirin diperkirakan lahir pada 1834. Belum ada catatan resmi karena zaman dahulu belum ada pencatatan. Indonesia banyak punya ‘crazy rich’ pada masa lampau salah satunya Tasripin.
Di zaman kolonial Hindia Belanda Tasripin termasuk bumiputra kaya di Semarang. Di zaman itu kebanyakan orang bumiputra adalah orang-orang miskin. Tasripin termasuk orang terpandang di Semarang.
Menurut koran Algemeen Handelsblad (26/10/1919), ketika Tasripin tutup usia pada usia 85 tahun pada 1919, harta kekayaan Tasripin mencapai 45 juta gulden.
Waktu itu diperkirakan pemasukan Tasripin mencapai 35 hingga 40 ribu gulden tiap bulannya. Tak semua orang Belanda di zaman itu bisa sekaya Tasripin di zaman itu. Dengan bisnis dan kekayaannya.
Sebagai Crazy Rich Semarang, Tasripin dan keluarganya punya banyak tanah dan rumah di beberapa titik Semarang. Diantaranya di daerah Jeruk Kingkit, Kampung Kulitan, Pederesan, Wot Prau, Gendingan, dan lainnya.
Tasripin hidup di bagian Pulau Jawa yang terbiasa dengan kultur berdagang. Orang Jawa tergolong orang-orang yang tidak maju berdagang di zaman kolonial. Tasripin di zamannya dikenal sebagai pengusaha penyamakan kulit. Kala itu kulit menjadi bahan baku yang sangat umum dalam membuat tas maupun sepatu.
Bisnis Tasripin yang lain adalah pemotongan hewan, yang terkait dengan penyamakan kulitnya. Koran De Locomotief (10/05/1902), Tasripin mengantongi izin untuk menyembelih ternak di tempat penjagalannya di Kampung Beduk, Semarang.
Keluarga Tasripin juga menjajal bisnis es batu. Kala itu kulkas belum bisa dimiliki orang kebanyakan di Semarang. Pabrik itu dibuka oleh anak Tasripin.Koran Bataviasch Nieuwsblad (30/08/1910) menyebut Amat Tasan bin Tasripin membuka pabrik es batu di Karreweg (kini Jalan Cipto Mangunkusumo). Pabriknya menghasilkan 800 pon es sehari. Tiap pon es batu dijual seharga 2 sen.
Setelah Tasripin tutup usia, bisnisnya dipegang oleh Amat Tasan. Dia anak dari salah satu istri Tasripin. Keluarga Tasripin dianggap penganut Kejawen, seperti kebanyakan orang Jawa di masa lalu, namun keluarga ini terkait dengan gedung Sarekat Islam di Semarang. Amat Tasan, kata koran Soerabaijasch Handelsblad (27/08/1937) tutup usia pada tahun 1937 di usia 72 tahun.
Setelah kematian Amat Tasan, keluarga Tasripin masih tergolong tajir meski tak sejaya Tasripin. Di zaman Jepang, terdapat seorang pedagang bernama Amat Tassedjatie. Buku Orang-orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa (1944:208) mencatat: dia kelahiran Semarang 11 Oktober 1902 dan pendidikannya HIS. Dia pemilik kantor dagang yang bernama Tasco. Bisnis dan namanya dekat sekali dengan Tasripin.
Jauh setelah kematian Tasripin, sekitar 1950-an di Semarang terdapat perusahaan bernama Tasriepien Concern. Salah satu anggota keluarga Tasripin, ada yang menikah dengan pemuda bernama Munawir Sjadzali, yang kemudian pernah menjadi Menteri Agama RI.