Sangatta – Peringatan Hari AIDS Sedunia 2024 menjadi momen refleksi penting bagi masyarakat Kutai Timur dalam memahami dan mengatasi permasalahan HIV/AIDS. Tema tahun ini, “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa”, menjadi pengingat kuat akan pentingnya sinergi lintas sektor untuk mengakhiri stigma, diskriminasi, dan ketidaksetaraan dalam penanganan penyakit ini.
Anggota DPRD Kutai Timur, Novel Tyty Paembonan, menegaskan bahwa peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi juga momentum strategis untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. “Peringatan Hari AIDS Sedunia harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus meningkatkan kesadaran dan sinergi dalam penanganan HIV/AIDS, khususnya di Kutai Timur,” ujarnya saat diwawancarai, Minggu (1/12/2024).
Regulasi sebagai Pilar Penanganan HIV/AIDS
Novel, yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual, mengungkapkan bahwa Kutai Timur tengah memfinalisasi regulasi yang komprehensif. Raperda ini diharapkan mampu menjadi panduan strategis dalam pencegahan, pengobatan, dan pengurangan stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV).
“Kami menyadari bahwa HIV/AIDS bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang memperkuat sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta,” jelas politisi Partai Gerindra tersebut.
Lima Faktor Tertinggi Penularan HIV/AIDS di Kutai Timur
Kepala Dinas Kesehatan Kutai Timur, dr. Bahrani, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan lima faktor utama penyebab tingginya angka penularan HIV/AIDS di wilayah ini. Faktor-faktor ini, yang didasarkan pada data populasi kunci, menjadi perhatian serius dalam upaya pencegahan:
- Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL)
LSL menjadi populasi kunci dengan risiko tertinggi terinfeksi HIV. Faktor biologis, seperti risiko lebih tinggi pada seks anal dibandingkan seks vaginal, menjadi penyebab utama. Seks anal memiliki risiko 18 kali lebih besar menularkan HIV. “LSL yang berperilaku seksual berisiko memiliki peluang 5.898 kali lebih besar untuk terinfeksi HIV dibandingkan mereka yang tidak berperilaku demikian,” jelas dr. Bahrani. - Wanita Penjaja Seks (WPS)
WPS juga termasuk kelompok yang rentan terhadap HIV/AIDS. Ketidaktahuan tentang bahaya HIV dan rendahnya penggunaan kondom menjadi faktor utama penyebaran di kalangan ini. “Penggunaan kondom adalah intervensi yang sangat efektif, tetapi masih banyak WPS yang tidak memanfaatkannya secara konsisten,” tambahnya. - Pasangan Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)
Pasangan dari individu yang terinfeksi HIV sering kali tidak menyadari risiko yang mereka hadapi. Tanpa langkah pencegahan seperti penggunaan kondom atau terapi antiretroviral (ARV), penularan di kalangan ini tetap tinggi. - Pasien Tuberkulosis (TBC)
Hubungan antara TBC dan HIV/AIDS sangat erat. Sistem imun pasien TBC yang melemah membuat mereka lebih rentan terinfeksi HIV. Sebaliknya, HIV meningkatkan risiko reaktivasi TBC laten. - Ibu Hamil
Ibu hamil dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayinya selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Oleh karena itu, pemeriksaan HIV pada ibu hamil sangat penting untuk mencegah penularan dari ibu ke anak.
Data dan Tren HIV/AIDS di Kutai Timur
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kutai Timur, jumlah kasus HIV/AIDS menunjukkan fluktuasi selama beberapa tahun terakhir:
- 2021: 124 kasus positif.
- 2022: 122 kasus, menunjukkan sedikit penurunan.
- 2023: 99 kasus, menandakan penurunan signifikan.
- 2024: Hingga November, tercatat 140 kasus baru ODHIV, yang menunjukkan peningkatan tajam.
“Penurunan pada 2023 cukup menggembirakan, tetapi kenaikan di 2024 menjadi peringatan bahwa penularan HIV/AIDS belum sepenuhnya terkendali,” ujar dr. Bahrani.
Ia menekankan pentingnya deteksi dini melalui tes HIV, mengingat banyaknya kasus yang tidak terdeteksi hingga gejala muncul bertahun-tahun kemudian.
Sinergi Lintas Sektor untuk Mengakhiri HIV/AIDS
Dalam rangka mencapai target global Ending AIDS 2030, Dinas Kesehatan Kutai Timur bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, LSM, dan sektor swasta, untuk memperkuat program pencegahan dan pengobatan.
Edukasi dan Kesadaran Publik
Kampanye edukasi terus digencarkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HIV/AIDS. Fokusnya tidak hanya pada pencegahan, tetapi juga pada penghapusan stigma terhadap ODHIV.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya memahami bahaya HIV/AIDS, tetapi juga mendukung orang-orang yang hidup dengan HIV,” ujar Novel.
Akses Layanan Kesehatan
Layanan kesehatan yang inklusif dan ramah menjadi prioritas. Dinas Kesehatan menyediakan tes HIV gratis dan mendistribusikan kondom kepada populasi kunci.
“Tes HIV yang mudah diakses adalah langkah awal yang penting. Selain itu, pengobatan ARV harus tersedia bagi semua ODHIV tanpa diskriminasi,” kata dr. Bahrani.
Penghapusan Stigma
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV masih menjadi penghalang utama dalam upaya penanganan HIV/AIDS. Banyak individu yang enggan memeriksakan diri atau menjalani pengobatan karena takut dihakimi.
“Stigma adalah musuh terbesar kita. Kita harus menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana semua orang merasa didukung,” tegas Novel.
Harapan untuk Masa Depan
Tema “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa” diharapkan dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Semua pihak, mulai dari pemerintah hingga komunitas lokal, memiliki peran penting dalam mengakhiri epidemi ini.
“Kita semua berhak atas layanan kesehatan yang setara. Dengan kolaborasi yang kuat, saya yakin kita bisa mencapai target Ending AIDS 2030,” tutup Novel.
Melalui upaya edukasi, regulasi yang tepat, dan penghapusan stigma, Kutai Timur optimis dapat mengendalikan penyebaran HIV/AIDS. Peringatan Hari AIDS Sedunia 2024 bukan sekadar simbol, tetapi awal dari langkah nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan inklusif.