Dalam kesempatan tersebut, anggota Fraksi GAP, Mulyana, memberikan pandangan umum mengenai Raperda APBD 2025, dengan penekanan pada pentingnya transparansi, efisiensi, dan kepentingan rakyat dalam penyusunan anggaran tersebut. Fraksi GAP mengingatkan pemerintah daerah untuk lebih serius dalam memastikan bahwa setiap anggaran yang disusun benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dan dapat diimplementasikan dengan baik.
Pendapatan Daerah: Ketergantungan pada Dana Transfer
Salah satu poin yang mendapat perhatian serius dari Fraksi GAP adalah rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang hanya tercatat sebesar Rp358,388 miliar atau sekitar 3,21% dari total pendapatan daerah. Mulyana menyampaikan, “Pendapatan Asli Daerah yang sangat rendah ini mengindikasikan ketergantungan yang tinggi pada dana transfer dari pemerintah pusat, yang mencapai Rp10,245 triliun atau 91,86% dari total pendapatan daerah. Ketergantungan ini berisiko apabila ada pengurangan dana transfer dari pusat.”
Fraksi GAP menilai bahwa ketergantungan yang tinggi terhadap transfer dari pusat bisa mengancam kestabilan keuangan daerah, terutama apabila kebijakan pusat berubah. Oleh karena itu, Fraksi GAP mengusulkan agar Pemerintah Daerah mulai berfokus pada diversifikasi sumber pendapatan daerah yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Optimalisasi Potensi PAD dan Diversifikasi Pendapatan
Fraksi GAP menilai ada potensi besar yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan PAD, terutama di sektor pariwisata dan agribisnis. Mulyana mengungkapkan, “Sektor pariwisata dan agribisnis memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. Pemerintah Daerah harus proaktif dalam menggali potensi ini dan mendorong inovasi agar bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD.”
Fraksi GAP juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap sumber pendapatan lain-lain yang sah, yang berkontribusi sekitar 4,91% dari total pendapatan daerah. Pemerintah Daerah diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan apakah sumber pendapatan ini bersifat berkelanjutan atau hanya bersifat sementara.
Belanja Daerah: Efisiensi dan Pengawasan
Selain pendapatan, Fraksi GAP juga memberikan perhatian terhadap alokasi belanja daerah. Salah satu yang menjadi sorotan adalah alokasi belanja operasi yang sangat besar, yakni Rp5,603 triliun atau sekitar 50,3% dari total belanja daerah. “Belanja operasi ini mencakup gaji pegawai, pengadaan barang dan jasa, serta belanja rutin lainnya. Kami mengingatkan agar belanja ini tidak menghambat program pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat,” ujar Mulyana.
Fraksi GAP mendorong agar Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap alokasi belanja yang kurang produktif, dan mengalihkan anggaran tersebut untuk program-program prioritas yang memberikan dampak nyata, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
Belanja Modal: Infrastruktur yang Tepat Sasaran
Fraksi GAP juga memberikan apresiasi terhadap alokasi belanja modal sebesar Rp4,321 triliun atau 38,8% dari total belanja daerah. Belanja modal ini dianggap positif karena dapat digunakan untuk investasi dalam infrastruktur daerah yang sangat dibutuhkan. Namun, Fraksi GAP menekankan pentingnya transparansi dan efisiensi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. Mulyana menegaskan, “Pemerintah Daerah harus memastikan bahwa setiap proyek yang dibiayai oleh APBD benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, relevan dengan kebutuhan, dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.”
Belanja Tidak Terduga: Fleksibilitas dan Akuntabilitas
Mengenai belanja tidak terduga yang sebesar Rp20 miliar, Fraksi GAP menilai bahwa meskipun jumlahnya kecil, dana ini tetap penting untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana. Fraksi GAP menyarankan agar dana ini digunakan dengan fleksibilitas yang tinggi namun tetap menjaga akuntabilitas penggunaannya.
Belanja Transfer: Transparansi dalam Pemberian Bantuan
Fraksi GAP juga memberikan perhatian pada belanja transfer sebesar Rp1,191 triliun (10,7% dari total belanja), yang digunakan untuk pemberian bantuan kepada masyarakat. Fraksi GAP mengingatkan pentingnya transparansi dalam mekanisme pemberian bantuan agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran. Mulyana menambahkan, “Pemberian bantuan harus tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tanpa ada ketimpangan dalam pembagian bantuan.”
Pembiayaan Daerah: Penyertaan Modal untuk BUMD
Terkait dengan pengeluaran pembiayaan yang diproyeksikan sebesar Rp15 miliar untuk penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Fraksi GAP mengingatkan bahwa penyertaan modal ini harus dilakukan berdasarkan kajian kelayakan investasi yang transparan. Mulyana mengungkapkan, “Penyertaan modal harus dilaksanakan dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. BUMD harus bisa memberikan kontribusi nyata terhadap PAD dan membantu kesejahteraan masyarakat.”
Masukan dan Rekomendasi Fraksi GAP
Berdasarkan analisis terhadap Rancangan APBD 2025, Fraksi GAP memberikan beberapa masukan dan rekomendasi, di antaranya adalah:
- Optimalisasi PAD: Pemerintah Daerah diminta untuk menggali potensi sektor-sektor seperti agribisnis dan pariwisata, serta mengelola aset daerah lebih efisien.
- Efisiensi Belanja Operasi: Belanja yang kurang produktif harus ditekan, terutama belanja pegawai dan pengadaan barang/jasa, dan dialihkan untuk program-program prioritas.
- Evaluasi Belanja Modal: Setiap proyek infrastruktur yang dibiayai oleh APBD harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
- Peningkatan Transparansi: Proses pengelolaan anggaran, terutama belanja modal dan pemberian bantuan, harus transparan, dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan.
- Penguatan Kemandirian Fiskal: Pemerintah Daerah harus mengurangi ketergantungan pada dana transfer pusat dengan menggali potensi pendapatan alternatif dan memperkuat ekonomi lokal.
Mewujudkan APBD yang Berkeadilan
Mulyana menutup pandangan umum Fraksi GAP dengan menegaskan bahwa APBD 2025 harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Kutai Timur. “Kami berharap Rancangan APBD ini tidak hanya berisi angka besar, tetapi juga dilaksanakan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas tinggi. Dengan demikian, setiap anggaran yang dikeluarkan akan benar-benar memberi dampak positif bagi seluruh masyarakat, khususnya yang ada di pelosok desa,” tutup Mulyana.