Sangatta – Sekretaris Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kutai Timur (Kutim), Achmad Junaidi, menegaskan bahwa tingginya angka stunting di Kecamatan Teluk Pandan tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh, tetapi juga kesalahan fatal dalam pendataan oleh Tenaga Pendamping Keluarga (TPK) serta perlunya pemutakhiran data kembali. Hal ini terungkap dalam Kunjungan Kerja Lapangan “Jemput Bola Stop Stunting” yang digelar TPPS Kutim di kantor Camat Teluk Pandan, Jumat (7/2/2025).
“Contohnya, saat sampling di lapangan, pertanyaan petugas tidak nyambung dengan jawaban warga. Ini menunjukkan bahwa TPK belum memahami indikator stunting,” tegas Junaidi yang didampingi Camat Teluk Pandan Anwar serta Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPPKB Kutim, BB Partomuan.
Menurutnya, kesalahan teknis seperti cara menimbang dan mengukur anak yang tidak sesuai standar turut memperparah akurasi data.
“Jika metode pengukuran salah, data yang diinput ke aplikasi gizi pun ikut salah. Akibatnya, intervensi jadi tidak tepat,” tambahnya.
Oleh karena itu, Junaidi menekankan pentingnya pelatihan (bimtek) intensif bagi kader lapangan.
“Pelatihan tak perlu teoritis, tetapi harus praktik langsung di lapangan. Misalnya, cara menimbang dan mengukur yang benar, lalu menginput data sesuai prosedur. Jika SDM-nya dibenahi, risiko stunting bisa ditekan,” jelasnya.
Ia berjanji bahwa DPPKB akan mengawal pelatihan ini, termasuk melantik kader yang kompeten dalam pengelolaan data. Lebih lanjut, Junaidi meminta Camat Teluk Pandan memperkuat koordinasi dengan kepala desa yang belum hadir dalam kunjungan kali ini.
“Melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), desa harus menjadikan data By Name By Address (BNBA) sebagai acuan perencanaan program stunting. Survei acak tidak efektif karena tidak bisa dilacak,” tegasnya.
Data BNBA Kutim mencatat bahwa lebih dari 500 keluarga di Teluk Pandan masuk dalam kategori berisiko tinggi stunting.
Junaidi mengingatkan bahwa upaya penurunan stunting harus dilakukan secara holistik. Selain memperbaiki pola asuh, ketersediaan layanan kesehatan, akses pangan bergizi, dan sanitasi lingkungan juga harus menjadi perhatian utama. Namun, semua itu harus dimulai dari data yang benar. Ia optimistis bahwa dengan pelatihan kader dan sinergi antar-desa, target penurunan stunting di Teluk Pandan menuju “Kutim Hebat 2025-2029” dapat tercapai.
Kegiatan ini juga menjadi momentum sosialisasi program prioritas Bupati Kutim, termasuk distribusi bantuan spesifik seperti paket gizi dari BAZNAS Kutim.
“Kami tak ingin program hanya di atas kertas. Data akurat harus dibarengi aksi nyata di lapangan,” pungkas Junaidi.
Senada dengan itu, Camat Teluk Pandan, Anwar, menyambut baik kritik konstruktif yang disampaikan.
“Kami akan mengundang seluruh kepala desa dan pihak terkait dalam Musrenbang mendatang. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) akan hadir untuk memastikan program stunting masuk dalam prioritas anggaran desa,” ujarnya.
Anwar juga mendorong penggunaan data BNBA sebagai basis intervensi, mengingat data acak kerap menimbulkan duplikasi atau ketidakjelasan sasaran. Dengan langkah-langkah konkret ini, diharapkan angka stunting di Teluk Pandan dapat ditekan secara efektif dan berkelanjutan.