Jakarta – Pasar barang bekas mewah diprediksi akan terus tumbuh selama pandemi. Hal ini salah satunya karena harga produk baru yang telah naik dalam beberapa tahun terakhir. Di Inggris saja, misalnya, tas klasik Chanel telah mengalami kenaikan sebesar 40 persen dari awal 2020.
Mengutip Channel News Asia, banyak pembeli yang tidak lagi ingin membeli produk baru dan beralih ke platform yang menjual barang bekas mewah seperti Vestiaire Collective dan The RealReal. Meski menjual produk bekas, platform tersebut menawarkan layanan untuk memastikan keaslian produk dan memberi insentif tertentu kepada pelanggan.
Beberapa merek yang lebih kecil, seperti Rachel Comey dan Marques’ Almeida, bahkan sudah menggunakan situs web mereka sendiri untuk memfasilitasi penjualan barang bekas secara langsung.
Setidaknya ada empat faktor yang menjadi motivasi konsumen saat memutuskan membeli luxury preloved, yakni harga yang terjangkau, ketersediaan pilihan, keunikan barang, dan aspek sustainability.
Dalam beberapa tahun terakhir, memang ada tren kenaikan jumlah konsumen yang beralih membeli produk fesyen bekas. Data Boston Consulting Group (BCG) menyebut bahwa pasar barang mewah bekas memiliki nilai US$ 40 miliar secara global. Dari sebuah survei yang melibatkan 7.000 responden pada 2020, BCG juga mengungkap bahwa pasar barang mewah bekas akan terus naik dalam lima tahun ke depan, dengan kenaikan rata-rata 15-20% per tahun.
Alasan keberlanjutan diyakini sebagai faktor utama yang mendorong kenaikan tren barang bekas mewah dalam tiga tahun terakhir. Menurut data BCG, saat ini 70% konsumen “menyukai aspek berkelanjutan” dari konsumsi barang bekas, dibandingkan tahun 2018 lalu yang hanya 62% konsumen.