Sangatta – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema pemajuan kebudayaan di Balai Pertemuan Umum (BPU) Sangatta Utara, Sabtu (7/12/2024). Kegiatan ini mengundang berbagai pihak, termasuk tokoh budaya, organisasi kemasyarakatan, dan perwakilan pemerintah daerah, guna membahas pentingnya regulasi untuk melindungi, mengembangkan, membina, dan memanfaatkan kekayaan budaya yang dimiliki Kutai Timur.
Dalam kesempatan tersebut, Hamdani, salah satu pembicara utama, menegaskan bahwa Kutai Timur, sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Timur, memiliki potensi budaya yang luar biasa. Potensi ini berakar dari tiga pilar budaya lokal, yaitu budaya pesisir, keraton, dan pedalaman, yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Tak hanya itu, budaya urban yang tumbuh dan berkembang berkat kehadiran para pendatang juga menjadi salah satu pilar penting dalam ekosistem kebudayaan Kutai Timur.
Pentingnya Perda Pemajuan Kebudayaan
Menurut Ketua Harian Dewan Kebudayaan Propinsi Kaltim ini, pelestarian budaya di Kutai Timur harus menjadi prioritas semua pihak, termasuk pemerintah daerah. “Budaya kita harus dilestarikan melalui perlindungan, pengembangan, pembinaan, dan pemanfaatan. Hal ini merupakan bagian dari ekosistem pemajuan kebudayaan yang tidak hanya memperkuat identitas lokal tetapi juga menjadi aset strategis dalam menghadapi dinamika modernitas,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pelestarian budaya memerlukan dukungan regulasi berupa peraturan daerah (perda) atau peraturan bupati (perbup). Regulasi ini tidak hanya menjadi bentuk political will tetapi juga good will pemerintah untuk memastikan bahwa siapa pun kepala daerah yang menjabat, kebijakan pemajuan kebudayaan tetap berlanjut.
“Kita memerlukan perda sebagai payung hukum yang kuat. Sebagai contoh, kita bisa merujuk pada Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan. Regulasi seperti ini penting untuk memastikan pengelolaan kebudayaan berjalan secara berkelanjutan dan terintegrasi,” ujarnya.
Turunan dari UU Pemajuan Kebudayaan
Regulasi tentang pemajuan kebudayaan memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. UU ini mengamanatkan perlunya upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan terhadap 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), termasuk tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, seni, dan teknologi tradisional.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengesahkan Perda Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan. Peraturan tersebut ditetapkan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada 2 Januari 2023. Dalam lembaran daerah, Perda No. 10/2022 disebutkan sebagai regulasi penting untuk mendorong pembangunan kebudayaan di Kalimantan Timur, khususnya dalam rangka meningkatkan ketahanan budaya di tengah perkembangan pesat, termasuk penetapan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di wilayah tersebut.
Hamdani menekankan bahwa perda ini bisa menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Timur untuk menyusun regulasi serupa. “Kabupaten Kutai Timur harus segera menyusun perda pemajuan kebudayaan agar potensi budaya yang kita miliki dapat dikelola secara optimal,” tambahnya.
Proses Penyusunan Perda di Kutim
Terkait mekanisme penyusunan perda, Hamdani menjelaskan bahwa usulan dapat berasal dari inisiatif eksekutif maupun legislatif. Di tingkat legislatif, usulan perda biasanya diajukan berdasarkan masukan dari organisasi kebudayaan, tokoh budaya, atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Masukan ini dapat berupa rancangan awal perda yang kemudian dibahas secara bertahap di DPRD, seperti halnya proses penyusunan Perda Kaltim No. 10/2022.
“Kita bisa mencontoh proses yang dilakukan DPRD Kalimantan Timur. Usulan Perda Pemajuan Kebudayaan diajukan oleh organisasi kebudayaan dan tokoh masyarakat yang peduli pada pelestarian budaya. Dengan kolaborasi seperti ini, diharapkan perda yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Hamdani.
Ia juga mengingatkan bahwa regulasi ini harus mengakomodasi berbagai aspek kebudayaan lokal, termasuk 10 OPK yang menjadi prioritas dalam UU Pemajuan Kebudayaan. Dengan begitu, keberagaman budaya di Kutai Timur dapat terjaga dan terus berkontribusi pada pembangunan daerah.
Relevansi Perda dengan IKN
Penetapan IKN Nusantara di Kalimantan Timur menjadi salah satu alasan penting mengapa Kutai Timur perlu memiliki perda pemajuan kebudayaan. Hamdani menyebut bahwa IKN tidak hanya menjadi pusat pemerintahan tetapi juga etalase budaya Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang mendukung pelestarian budaya lokal akan memberikan kontribusi besar terhadap peradaban nasional dan internasional.
“Dengan adanya perda, kita tidak hanya menjaga kekayaan budaya lokal tetapi juga berkontribusi pada ketahanan budaya nasional. Apalagi, Kutai Timur memiliki potensi budaya yang sangat kaya dan unik, sehingga bisa menjadi salah satu identitas budaya di IKN,” jelasnya.
Rekomendasi Hasil FGD
Melalui FGD ini ada beberapa poin penting yang menjadi rekomendasi bersama. Pertama, perlunya sinergi antara pemerintah daerah, DPRD, dan komunitas budaya dalam menyusun rancangan perda. Kedua, perlunya inventarisasi aset budaya di Kutai Timur sebagai langkah awal pelestarian. Ketiga, perlunya program edukasi budaya untuk generasi muda agar nilai-nilai budaya lokal tetap lestari.
Hamdani berharap, hasil diskusi ini dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk segera menyusun perda pemajuan kebudayaan. “Jangan sampai kita terlambat. Kekayaan budaya ini adalah identitas kita. Jika tidak dilestarikan sekarang, kita akan kehilangan warisan berharga yang tidak ternilai,” pungkasnya.