Ketimpangan infrastruktur masih menjadi tantangan utama Kutai Timur pasca-pemekaran. Wilayah yang luas dan kondisi geografis yang berat menyulitkan pemerataan pembangunan, terutama di sektor jalan, pendidikan, dan akses dasar lainnya. Namun, beberapa terobosan menunjukkan arah perubahan yang menjanjikan.
Studi Roland Sangen Brith dari Universitas Mulawarman mencatat bahwa pembangunan infrastruktur jalan antara tahun 2011 hingga 2015 cenderung berat sebelah. Fokus pembangunan hanya tertuju ke ibu kota kabupaten, Sangatta. Hambatan seperti keterbatasan anggaran, kendala cuaca ekstrem, dan konflik lahan turut memperlambat pembangunan di wilayah lain.
“Wilayah kecamatan yang berjauhan dan akses yang minim menjadi tantangan berat bagi distribusi pembangunan,” tulis Roland dalam penelitiannya. Ia menyoroti bagaimana desa-desa di pedalaman belum mendapat manfaat signifikan dari proyek pembangunan saat itu.
Namun, arah kebijakan tampak mulai bergeser. Pada Selasa (11/02/2025), Bupati Kutai Timur, Drs. Ardiansyah Sulaiman, meresmikan gedung baru SDN 01 Sandaran di Desa Susuk Tengah, Kecamatan Sandaran. Proyek bernilai Rp 1,149 miliar ini meliputi enam ruang kelas, satu ruang UKS, satu ruang kantor, dan tiga unit rumah dinas guru.
“Ini bukan hanya bangunan, tapi simbol hadirnya negara di wilayah terjauh,” ujar Ardiansyah saat peresmian. Kehadiran fasilitas pendidikan modern ini membawa harapan baru bagi generasi muda di daerah terpencil.
Langkah selanjutnya yang diambil Pemkab Kutai Timur juga tidak main-main. Mulai tahun 2026, akan diberlakukan sistem pembiayaan multiyears untuk mempercepat pembangunan jalan, listrik, dan air bersih di wilayah pedalaman. Sistem ini memungkinkan pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan, agar proyek-proyek tidak berhenti di tengah jalan.
Meski masih ada banyak tantangan, perubahan pendekatan pembangunan ini layak diapresiasi. Pemerintah tampak semakin menyadari pentingnya pemerataan, bukan hanya pertumbuhan cepat. Apalagi, ketika pendidikan dan infrastruktur dasar menjadi prioritas, masyarakat pedalaman bisa ikut maju sejajar dengan wilayah perkotaan.
Dengan skema baru dan komitmen yang konsisten, pembangunan di Kutai Timur punya peluang untuk menjadi lebih inklusif. Tidak hanya Sangatta yang bersinar, tapi juga desa-desa di ujung terluar kabupaten.
