Kita minta kepada Presiden Jokowi untuk memastikan agar pilpres yang sedang dilaksanaan, tidak dicurangi. Permintaan ini serius. Sebab, menurut hemat saya, reaksi rakyat terhadap kecurangan 2024 ini, jika itu terjadi, tidak akan sama seperti yang lalu-lalu. Rakyat akan marah besar.
Dan, ini yang sangat penting, kalau pilpres 14 Februari curang, maka pastilah mata rakyat akan langsung tertuju ke Jokowi. Rakyat tidak akan melihat ke arah lain.
Mengapa langsung tertuju ke Jokowi? Tidak lain karena jejak Jokowi menuju kecurangan pilpres 2024 ada di mana-mana. Banyak sekali.
Kita sebutkan saja beberapa contoh. Pertama, Jokowi tidak sudi Anies Baswedan ikut pilpres. Inilah garis start dia. Jokowi pernah mengatakan pilpres 2024 akan diikuti dua paslon saja.
Kedua, menjelang masa jabatan sebagai gubernur DKI berakhir, KPK mencoba mencari-cari kesalahan Anies dalam penyelenggaraan balap Formula E. Anies diperiksa sebagai saksi pada 7 September 2022. Tujuan akhir pemeriksaan ini adalah menjadikan Anies tersangka korupsi sehingga dia otomatis tidak bisa ikut pilpres 2024.
Tetapi, sebagian besar penyelidik senior di KPK menegaskan tidak cukup bukti. Gelar perkara sudah dilakukan 16 kali. Hasilnya sama: tidak cukup bukti. Anies lolos. Sangat wajar diduga bahwa langkah KPK ini adalah keinginan Jokowi.
Ketiga, jejak intervensi atau cawe-cawe Jokowi yang menghasilkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menjadi pintu bagi anaknya, Gibran Rakabuming, ikut pilpres. MK memutuskan capres atau cawapres boleh di bawah 40 tahun asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah. Oleh MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi), ketua MK waktu itu, Anwar Usman, divonis melakukan pelanggaran etik berat. Dia diberhentikan.
Jokowi masih terus melakukan tindakan sesuka hati. Dia membagi-bagikan bansos berupa sembako dan sebagainya ke mana-mana.
Inilah beberapa contoh jejak Jokowi yang bisa dikaitkan dengan kemungkinan besar kecurangan pilpres 2024. Semua ini membuat masyarakat curiga kepada Jokowi.
Ada lagi pertanda pilpres 2024 akan dicurangi. Yaitu, dugaan pengerahan aparatur negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Polri, TNI, dan ASN disebut-sebut ikut berperan untuk menyukseskan Gibran.
Wewenang kepolisian sangat ampuh. Di sejumlah tempat, Polisi memanggil puluhan kepala desa untuk diperiksa. Soal penggunaan dana desa. Ini terjadi di Kabupaten Karanganyar dan di Jember. Diduga, cara ini dilakukan untuk memastikan para kades ada dalam barisan.
Saya sendiri mencatat gejala pencurangan. Seorang warga di satu kota di Sumut bercerita tentang adiknya yang bertugas sebagai kepala lingkungan. Si adik mengatakan dia ditugaskan membagi-bagikan uang kepada para pemilih agar mencoblos paslon tertentu.
Kemudian, saya bertanya kepada seorang imam masjid di satu desa di Deli Serdang tentang pilihan warga di pilpres 2024. Dia mengatakan jemaah masjid diarahkan untuk mencoblos paslon yang didukung kekuasaan.
Cerita-cerita ini kelihatannya terjadi meluas di pelosok negeri. Yang bisa melakukan ini tidak mungkin sembarang orang. Logikanya, hanya orang-orang yang punya kekuasaanlah yang bisa melakukannya.
Mengapa rakyat akan marah besar kalau pilpres curang? Simpel saja. Bahwa rakyat sudah muak dengan situasi sosial-politik yang ada saat ini. Bahkan muak terhadap tingkah laku Jokowi dan anak-menantunya.
Rakyat menghendaki agar kesewenangan yang semakin menjadi-jadi saat ini segera berakhir. Pilpres hari ini adalah harapan rakyat untuk menghentikan kesewenangan itu.
Itulah sebabnya banyak orang, termasuk saya, memperkirakan kecurangan pilpres 2024 ini sangat berpotensi menyulut kemarahan besar. Karena itu Presiden Jokowi, sekali lagi, diminta agar tidak membiarkan kecurangan –-apalagi sampai dipersepsikan merestui dan berperan.
14 Februari 2024
(Jurnalis Senior Freedom News)